PBHI Desak Jokowi Tindaklanjuti Laporan Ombudsman Soal TWK Pegawai KPK
Terbaru

PBHI Desak Jokowi Tindaklanjuti Laporan Ombudsman Soal TWK Pegawai KPK

Laporan Ombudsman yang menemukan adanya penyelewengan wewenang, pelanggaran hukum dan HAM, bahkan dugaan tindak pidana, menyiratkan bahwa Pimpinan KPK telah membangkangi perintah Presiden dalam pidatonya terkait peralihan status Pegawai KPK.

M. Agus Yozami
Bacaan 4 Menit

“Tiga hal ini yang Ombudsman temukan potensi-potensi maladministrasi. Dan secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaan memang kami temukan,” ungkap Najih dalam konferensi persnya, Rabu (21/7) lalu.

Meski demikian, hasil temuan Ombudsman berbeda dengan Dewan Pengawas KPK yang menyatakan tidak menemukan cukup bukti kalau para Pimpinan KPK telah melanggar kode etik dalam proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

"Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan maka Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana yang disampaikan dalam Surat Pengaduan kepada Dewan Pengawas, tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke Sidang Etik," kata Tumpak, Jumat (23/7) lalu.

Laporan itu dilayangkan oleh para pegawai KPK yaitu Yudi Purnomo, Abdan Syakuro dan Nita Adi Pangestuti sedangkan pihak terlapor adalah Firli Bahuri, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, dan Lili Pintauli Siregar.   

Terkait laporan Dewas, perwakilan 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK ingin membantu Dewas KPK untuk mengumpulkan bukti terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Pimpinan KPK. "Kami akan membantu Dewas dan akan memberikan data dan informasi lebih lanjut sebagai bukti baru, sehingga Dewas bisa lebih utuh melihat permasalahan ini, apalagi dengan adanya temuan-temuan dari Ombudsman RI," kata anggota Tim 75 Rizka Anung Nata.

Menurut Rizka, para pelapor telah menerima surat jawaban dari Dewas yang ditandatangani Albertina Ho pada Kamis (22/7). "Kami menganggap 'tidak cukup bukti' adalah alasan yang sangat mengada-ada, sebab Dewas memiliki wewenang penuh untuk mencari bukti, dari data awalan yang kami sampaikan saat pengaduan. Dewas punya posisi yang sangat kuat di internal KPK sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi KPK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, termasuk dalam hal kepegawaian," kata Rizka.

Rizka menilai hasil pemeriksaan Dewas KPK sangat berbeda dengan hasil pemeriksaan Ombudsman RI yang telah dipaparkan sebelumnya. "Padahal keduanya disajikan data dan bukti yang sama saat Tim 75 mengadukan dugaan pelanggaran oleh Pimpinan KPK. Perbedaan putusan ini kami duga terjadi karena Ombudsman RI lebih memiliki niat dan kemauan untuk mengungkap kebenaran dan pelanggaran yang terjadi," ujar Rizka.

Sedangkan Dewas KPK disebut sangat bersifat pasif dan tidak berusaha menggali informasi lebih dalam. "Bahkan dalam melakukan pemeriksaan pelapor kami merasakan Dewas lebih terlihat sebagai pengacara yang membela pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pimpinan sebagai terlapor, padahal jika pegawai yang dilaporkan kesannya tidak demikian," kata Rizka.

Putusan untuk tidak melanjutkan aduan Tim 75 ke sidang etik tersebut, menurut Rizka merupakan kali kedua setelah sebelumnya hal yang sama juga diungkapkan Dewas atas aduan terhadap Anggota Dewas KPK Indrianto Seno Aji. "Kami berharap, satu lagi aduan Tim 75 yang sedang diproses yakni tentang dugaan pelanggaran etik oleh Pimpinan KPK, LPS (Lili Pintauli Siregar) tidak berakhir sama dengan kurang bukti sebab dugaan pelanggaran etiknya terjadi secara terang-benderang," kata Rizka.

Tags:

Berita Terkait