Pekerja Migran Tuntut Janji Presiden SBY
Berita

Pekerja Migran Tuntut Janji Presiden SBY

Untuk meratifikasi konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak Pekerja Rumah Tangga (PRT).

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pekerja Migran Tuntut Janji Presiden SBY
Hukumonline

Pekerja migran menuntut Presiden SBY memenuhi janjinya untuk meratifikasi Konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak PRT. Menurut Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Rudi HB Daman, Presiden SBY menyatakan mendukung konvensi tersebut dalam pertemuan ILO di Jenewa, Swiss beberapa tahun lalu. Namun, sampai sekarang, Rudi belum melihat keseriusan pemerintah untuk meratifikasinya. Menurutnya, konvensi itu penting untuk menjamin perlindungan bagi PRT bukan hanya di dalam tapi juga luar negeri.

Rudi melihat selama ini masalah yang kerap menimpa PRT berkaitan dengan jam kerja yang panjang dan tidak jelas serta upah. Akibatnya, PRT banyak yang dibayar dengan upah rendah dan tidak mendapat hari libur. Masalah itu menurutnya tak ubahnya seperti persoalan yang dihadapi pekerja migran Indonesia sektor PRT.

Namun, ketika pemerintah sudah meratifikasi konvensi Kerja Layak PRT, Rudi berpendapat hak PRT akan terlindungi secara hukum. Apalagi jika konvensi itu diadopsi RUU Perlindungan PRT yang saat ini dibahas di Baleg DPR. “Posisi PRT tanpa payung hukum yang jelas sangat rentan,” katanya dalam diskusi di Komnas Perempuan Jakarta, Jumat (14/6).

Rudi mencontohkan bukti rentannya keselamatan pekerja migran Indonesia yang mayoritas berprofesi sebagai PRT dapat dilihat dalam kerusuhan yang terjadi beberapa waktu lalu di Jeddah. Ia menjelaskan, banyak pekerja migran yang tak berdokumen karena mendapat tindak kekerasan dari majikan. Sehingga pekerja migran kabur dan dokumennya ditahan majikan. Atau ada juga pekerja migran yang bekerja di sana hanya mengantongi visa umroh.

Adanya bermacam masalah itu Rudi yakin pemerintah pasti mengetahuinya. Untuk itu, Rudi mendesak agar pemerintah melakukan diplomasi dengan pemerintah Arab Saudi untuk memperkuat perlindungan pekerja migran. Sehingga masa amnesti yang diterbitkan pemerintah Arab Saudi sudah semestinya diperpanjang untuk memperbesar kesempatan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi memiliki dokumen.

Carut marut pengelolaan pekerja migran menurut Rudi diperumit oleh oknum petugas kedutaan yang memanfaatkan situasi. Misalnya, oknum petugas menawarkan jasa pembuatan dokumen dengan mematok harga tertentu. Baginya, hal itu secara gamblang menggambarkan ketidakberpihakan birokrasi terhadap perlindungan pekerja migran. Untuk itu Rudi berharap agar seluruh serikat pekerja yang beranggotakan pekerja lokal atau migran, harus serius mengawal pembentukan RUU PRT. Serta mendorong pemerintah segera meratifikasi konvensi ILO Kerja Layak PRT.

Pada kesempatan yang sama koordinator ATKI, Iweng Karsiwen, mengatakan buruknya perlindungan dan pengelolaan pekerja migran karena diserahkan ke pihak swasta. Misalnya, pelayanan dan perlindungan yang diberikan PJTKI kepada pekerja migran menjadi sangat mahal. Seperti membuat Paspor dan dokumen lainnya untuk pekerja migran.

Tags: