Pelaksanaan Suatu Perjanjian: Problema Pelaksanaan Perjanjian dengan Iktikad Baik (Lanjutan)
Kolom Hukum J. Satrio

Pelaksanaan Suatu Perjanjian: Problema Pelaksanaan Perjanjian dengan Iktikad Baik (Lanjutan)

​​​​​​​Menurut HR Pasal 1338 BW tidak memberikan wewenang kepada hakim untuk, demi untuk memungkinkan pelaksanaannya dengan iktikad baik, mengubah isi perjanjian.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Catatan, pada tahun 1947 belum dikenal istilah “iktikad baik” sebagai terjemahan dari kata “te goeder trouw”.

 

Perkara yang kedua adalah perkara yang diputus oleh Landrechter Bandung 9 Februari 1949, No. 179 dan 491/1948 Sipil; PT Jakarta 25 Januari 1952 No. 76 dan 76a/1949; MA 26 Mei 1953 No. 62aK/Sip/1952, yang pada intinya adalah, bahwa kepada OTH telah diberikan kuasa untuk menjual persil milik HC dengan harga Rp.250.000,00.

 

Ternyata OTH telah membeli sendiri persil untuk mana ia diberikan kuasa untuk menjual, sehingga tindakannya melanggar Pasal 1470 BW Karena HC menolak untuk menyerahkan persil miliknya kepada OTH, maka OTH telah melancarkan gugatan. Pengadilan memutuskan, bahwa HC baru terikat untuk menyerahkan persil miliknya, kalau OTH -berdasarkan kuasa- telah menjual persil itu kepada pihak ketiga.

 

Karena sementara perkara berjalan -yang berlangsung beberapa tahun- harga semua barang-barang karena adanya inflasi telah naik banyak sekali. Maka menjadi pertanyaan apakah HC masih harus terikat dengan harga yang disepakati dalam perjanjian? Apakah pelaksanaan perjanjian sesuai dengan kata-katanya dalam peristiwa di sini bisa diterima sebagai pelaksanaan perjanjian dengan iktikad baik?

 

MA menyelesaikan perkara itu dengan mengatakan, bahwa “…… hal itu berarti, bahwa pihak OTH. harus berusaha sekuat tenaga untuk menjual persil-persil yang bersangkutan dengan harga yang pantas pada waktu sekarang ….”. Yang berarti tidak dengan harga Rp.250.000,00 sebagai disepakati dalam surat kuasa.

 

Kesimpulan: Pengadilan berhak untuk mengubah apa yang disepakati oleh para pihak dalam perjanjian, kalau dengan itu dicapai pelaksanaan perjanjian sesuai dengan tuntutan iktikad baik.[6]   

 

J. Satrio

 

[1]     Perkara ini juga telah dimuat sebagai dalam buku J. Satrio, Hukum Perikatan, Periktakan yang lahir dari perjanjian, Buku II, hlm. 189.

[2]     HR 8 Januari 1926, NJ. 1926, 203.

[3]     Ordonantie Herstel Rechtsverkeer S. 1947 : 34.

[4]     Ordonantie Herstel Rechtsverkeer S. 1947 : 34.

[5]     Perkara ini sudah dimuat dalam buku J. Satrio. Hukum Perikatan, Perikatan yang lahir dari perjanjian, Buku II, hlm. 170 dsl.

[6]     Perkara ini telah dimuat dalam buku J. Satrio, Hukum Perikatan, Perkatan yang lahir dari perjanjian, Buku II, hlm. 170.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait