Sebagian besar debitur tentu berharap agar kredit atau tagihannya dapat dilunasi lebih cepat. Namun, terkait pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo ini, ada sejumlah hal dan peraturan yang harus diperhatikan. Mari simak paparan berikut.
Definisi Perjanjian Kredit
Sebelum membahas aturan hukum mengenai pelunasan pinjaman sebelum jatuh tempo, mari kenali soal perjanjian kredit, pinjaman, atau tagihan utang. Ignatius R. Widyadharma dalam Hukum Sekitar Perjanjian Kredit mengartikan perjanjian kredit adalah media atau perantara pihak dalam keterkaitan pihak yang memiliki dana lebih dengan pihak yang memerlukan dana.
Dalam perjanjian kredit, baik kreditur dan debitur memiliki kepentingan. Kemudian, sebagaimana tertuang pada perjanjiannya, keduanya pun memiliki hak dan kewajiban yang timbul dari kesepakatan bersama yang dilangsungkan.
Baca juga:
- Aspek Pidana dan Etika Eksekusi Objek Jaminan Fidusia pasca Putusan MK
- Pinjaman Online dan Permasalahan Hukumnya
- Kenali Utang Negara Indonesia dan Penyebab Negara Berutang
Dasar Hukum Perjanjian Kredit
Dalam hukum, perihal perjanjian kredit ini dilakukan berdasarkan kontrak bebas dalam pembuatan perjanjian.
Aturan terkait ini dimuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Akta Bawah Tangan dalam Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit, terutama untuk pemberian kredit dengan nominal kecil, umumnya dilakukan dengan akta di bawah tangan. Pengertian akta di bawah tangan adalah akta yang dapat dibuat dalam berbagai bentuk dan kapan saja atas dasar kesepakatan para pihak.