Pemerintah: Aturan Pengunduran Diri Anggota Legislatif Ikut Pilkada Konstitusional
Berita

Pemerintah: Aturan Pengunduran Diri Anggota Legislatif Ikut Pilkada Konstitusional

Apapun jabatan yang diemban dapat dijalankan sampai berakhirnya jabatan tersebut. Tetapi, jika memang tidak dapat menyelesaikan tugas jabatan hingga selesai, pengunduran diri merupakan pilihan terbaik untuk rakyat.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Didik menambahkan penyelenggaraan pilkada merupakan mekanisme demokratis agar rakyat dapat menentukan kepala daerah yang dapat memperjuangan kepentingan-kepentingannya. Karena itu, penyelenggaraan pilkada merupakan sarana pemberian mandat dan legitimasi dari rakyat dengan harapan kepala daerah terpilih dapat memperjuangkan kepentingan rakyat.

“Untuk mewujudkan cita-cita tersebut diperlukan upaya dari seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas pilkada agar dapat menjadi pilkada yang substantif dan berintegritas tinggi,” katanya.

Seperti diketahui, perkara dengan nomor perkara 22/PUU-XVIII/2020 ini yang dimohonkan Anwar Hafid yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) selaku Pemohon I serta Arkadius Dt. Intan Baso yang merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat selaku Pemohon II. Keduanya, mempersoalkan syarat pengunduran diri sebagai anggota DPR, DPD, dan DPRD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Kepala Daerah. 

Para pemohon menilai Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada bertentangan dengan UUD Tahun 1945, khususnya Pasal 7 ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28H ayat (2). Pemohon menganggap secara konseptual anggota DPR, DPD, DPRD dan jabatan kepala daerah merupakan satu kesatuan rumpun jabatan yaitu “jabatan politik”, sehingga anggota legislatif yang berkeinginan atau mendapat amanah dari rakyat untuk mencalonkan diri sebagaii kepala daerah seharusnya tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya.

Menurut pemohon, meski tidak mengundurkan diri, anggota legislatif tidak mutatis mutandis (otomatis) mempunyai posisi lebih menguntungkan dari calon lain dan dapat memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pemenangan. Hal ini karena pada prinsipnya kelembagaan kekuasaan legislatif tidak memiliki jaringan birokrasi yang dapat ditarik menjadi bagian strategi pemenangan. 

Untuk memastikan pencalonan anggota legislatif dalam jabatan kepala daerah tidak menghambat kinerja kelembagaan legislatif, syarat “mengundurkan diri” dapat diterapkan atau diberlakukan hanya pada jabatan “alat kelengkapan dewan” tanpa perlu melepaskan jabatan anggota legislatif. Karena itu, dalam petitumnya, para pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf s UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

Tags:

Berita Terkait