Mengacu kepada Pasal 24 ayat 4 Kontrak di atas, berarti pada akhir tahun 2006 mestinya NNT menawarkan 3 persen sahamnya ke Peserta Indonesia. Kemudian pada akhir tahun 2007 menawarkan 7 persen sahamnya.
Yang digugat pemerintah cuma menyangkut divestasi 10 persen saham 2006 dan 2007. Saat ini pemerintah tetap melakukan negosiasi untuk proses divestasi 7 persen (2008), 7 persen (2009) dan 7 persen (2010).
Menurut Tjatur Sapto Edy, pada 2006 dan 2007 mestinya saham tersebut sudah harus dibeli oleh Peserta Indonesia. Dalam kenyataannya, hingga saat ini 3 persen dan 7 persen saham NTT tersebut belum secara resmi terbeli oleh Peserta Indonesia, ujar politikus PAN ini.
Soal Gadai
Bukti yang diandalkan pemerintah di forum arbitrase adalah temuan Tim Pencari Fakta yang telah diumumkan pada 11 Februari lalu. Bukti lainnya adalah kasus penggadaian saham yang dilakukan NNT.
Soal penggadaian saham ini, Blake Rhodes, Chief Counsel Newmont Mining Corporation, punya penjelasan. Dalam siaran persnya, ia menceritakan, pada pertengahan 1990-an, Newmont Indonesia Limited (NIL) dan Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) membutuhkan dana AS$ 2 miliar untuk mengembangkan tambang Batu Hijau.
Mereka mengajukan pinjaman AS$ 1 miliar ke bank ekspor impor Jepang, Jerman dan Amerika Serikat. Bank-bank tersebut menyetujui pinjaman dengan sebuah syarat yang lazim berlaku dalam pemberian pinjaman lainnya di seluruh dunia, agar NNT dan para pemegang sahamnya mengagunkan aset tertentu sebagai jaminan pinjaman.
Salah satu aset yang disetujui untuk diagunkan ke bank adalah saham NNT yang dimiliki oleh NIL, NTMC, dan PT Pukuafu Indah.