Pemerintah Diuntungkan Jika Perppu Pilkada Ditolak DPR
Berita

Pemerintah Diuntungkan Jika Perppu Pilkada Ditolak DPR

Pemerintah bisa menunjuk Plt Kepala Daerah yang masa jabatannya habis pada 2015.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Diuntungkan Jika Perppu Pilkada Ditolak DPR
Hukumonline
Sebelum DPR menentukan sikap, Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) masih menjadi payung hukum penyelenggaraan pilkada langsung. Pada 2015 mendatang aka nada beberapa daerah yang seharusnya berganti kepada daerah.  Perppu ini  mencabut UU No. 22 Tahun 2014 tentang Pilkada. Kini, nasib Perppu menunggu sikap parlemen.

Menurut Deputi Eksekutif Perludem, Veri Junaidi, Perppu Pilkada hanya berlaku sementara. Jika diterima DPR maka Perppu Pilkada bisa ditetapkan jadi UU dan langsung dijalankan. Kalau DPR tidak setuju,  Perppu Pilkada tidak berlaku. “Jika DPR menolak Perppu Pilkada maka Presiden dan DPR harus membuat UU pencabutan Perppu Pilkada. Kemudian, menetapkan aturan hukum mana yang digunakan untuk melaksanakan Pilkada,” katanya dalam jumpa pers di media center KPU di Jakarta, Selasa (09/12).

Veri menilai pemerintah akan diuntungkan jika DPR menolak Perppu Pilkada. Sebab, Presiden dapat menunjuk Plt untuk kepala daerah yang jabatannya berakhir tahun 2015. Ia mencatat sekitar 200 kepala daerah akan habis masa jabatannya tahun depan. Selain itu, Presiden dapat menerbitkan Perppu baru dengan alasan kondisi genting dan mendesak karena terjadi kekosongan hukum pelaksanaan Pilkada langsung.

Atas dasar itu Veri menyebut koalisi organisasi masyarakat sipil yang mendukung Pilkada langsung mendesak Presiden Jokowi menepati janji kampanyenya mendukung Pilkada langsung. Itu dapat dilakukan dengan memastikan masuknya ketentuan Pilkada langsung dalam UU pengganti Perppu Pilkada yang disepakati pemerintah dan DPR. Kemudian, menuntut DPR menerima Perppu Pilkada dan menyempurnakannya dalam UU pengganti Perppu tersebut.

Direktur Eksekutif IPC, Sulastio, juga meyakini pemerintah diuntungkan jika DPR menolak Perppu. Ia berharap agar pada masa reses saat ini DPR menyerap aspirasi masyarakat di lapangan. Sehingga mengetahui besarnya dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan Pilkada langsung. Jika bertentangan dengan keinginan publik, maka anggota DPR tersebut dan partainya bisa mendapat sanksi publik. Yakni, publik tidak akan memilih kembali anggota DPR dan partai politik yang menolak Pilkada langsung itu dalam Pemilu yang akan datang.

Koordinator Nasional JPPR, M Afifuddin, menegaskan kepada para elit partai politik agar Perppu Pilkada tidak dijadikan alat tawar politik. Mereka harus mengedepankan kepentingan masyarakat ketimbang kelompok atau partai politiknya. Maka itu ia berharap agar DPR menyetujui Perppu Pilkada.

Jika DPR menolak, Afifuddin melihat yang diuntungkan adalah pemerintah karena dapat menentukan Plt untuk mengganti kepala daerah yang habis masa jabatannya 2015. Jika itu terjadi maka potensi transaksi politik antara Kemendagri dengan calon Plt kepala daerah akan semakin besar. “DPR patut menyetujui Perppu Pilkada,” tukasnya.

Direktur advokasi YLBHI, Bahrain, berpendapat jika DPR menolak Perppu Pilkada maka terjadi kemunduran demokrasi di Indonesia. Padahal, reformasi sudah membawa perbaikan dalam pelaksanaan demokrasi. Misalnya, di masa orde baru kepala daerah dipilih oleh elit partai politik dan pemerintah. Sedangkan sekarang terbuka peluang bagi setiap warga negara untuk berkontestasi dalam pemilihan umum termasuk Pilkada secara langsung.

Walau begitu Bahrain sepakat perbaikan harus terus dilakukan dalam pelaksanaan Pilkada langsung. Presiden Jokowi pun menurutnya harus mempersiapkan hal yang akan dilakukan jika Perppu Pilkada itu diterima atau ditolak DPR. “Jika Pilkada langsung ditolak DPR maka terjadi kemunduran dalam demokrasi kita,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait