“Ketika korupsi dilakukan ketika bencana alam saja tanpa ada penetapan bencana nasional oleh pemerintah seharusnya tetap dapat dijatuhkan hukuman mati,” ujar salah satu kuasa hukum Pemohoh, Victor Santoso Tandiasa dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Selasa (22/1/2019) lalu.
Menurutnya, tidak ditetapkannya status bencana alam nasional di Palu dan Donggala, Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor menjadi tidak dapat diterapkan. Padahal, tindak pidana korupsi termasuk jenis kejahatan luar biasa, bahkan kejahatan terhadap kemanusiaan. Apalagi jika hal tersebut dilakukan dalam upaya penanggulangan bencana alam, seperti kasus dugaan korupsi proyek pengadaan pipa high density polyethylene (HDPE) di daerah tersebut dan dugaan korupsi di beberapa proyek pembangungan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Atas dasar itu, Pemohon meminta MK menyatakan kata “nasional” setelah frasa “bencana alam” dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan begitu, pidana mati dapat dijatuhkan bagi pelaku korupsi yang dilakukan saat bencana alam terlepas ditetapkan berstatus nasional atau tidak oleh pemerintah.