Pemerintah Telat Antisipasi
Kondisi Perekonomian:

Pemerintah Telat Antisipasi

UKM harus diberdayakan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

FNH
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (batik, depan). Foto: RES
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (batik, depan). Foto: RES
Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikar mengindikasikan kondisi ekonomi Indonesia tengah mengalami perlambatan. Untuk mengatasi perlambatan itu, Pemerintah berusaha menyusun dan menjalankan kebijakan yang bisa memulihkan. Misalnya pengaturan penyimpanan barang-barang kebutuhan pokok dan penting, sebagaimana diatur Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.

Tetapi Pemerintah juga sadar, perlambatan ekonomi itu tak hanya disebabkan faktor dalam negeri, melainkan juga pengaruh kelesuan perekonomian global. Akibatnya banyak, termasuk pada kemungkinan PHK massal. Jika pengaruh negatif bisa diantisipasi, sebenarnya kelesuan perekonomian tidak perlu terjadi dan mempengaruhi banyak sektor. Namun Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui situasi perekonomian saat ini antara lain sebabkan keterlambat Indonesia mengantisipasi pelemahan ekonomi. Namun ia tak merinci di bagian mana saja keterlambatan antisipasi itu terjadi.

Ibarat siklus, perekonomuan saat ini menuju batas bawah. “Kondisi ekonomi, secara umum ada siklusnya, kadang-kadang berada dibawah dan kadang di atas. Kita sering terlambat antisipasi,” kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (07/9).

Pergerakan ekonomi menuju siklus batas bawah dipengaruhi harga komoditas. Pada saat harga komoditas tinggi, para pemangku kepentingan terlena. Padahal, kondisi itu bisa menjadi bom waktu yang meledak sewaktu-waktu.

Tren perlambatan ekonomi nasional ini juga dinilai sebagai indikasi bahwa negara terlambat melakukan antisipasi jangka panjang ketika dinamika ekonomi menuju tren positif. Indonesia terus melakukan orientasi pada kebijakan ekonomi jangka pendek sehingga melemahkan fundamental dalam negeri.

Namun demikian, Bambang tetap meyakinkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia secara makro masih dalam kategori yang tidak dalam posisi krisis. “Yang perlu kita ingat, kita jangan terbuai dengan ekonomi yang sifatnya situasional dan temporer,” imbuhnya.

Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bahlil Lahadalia mengatakan seharusnya pemerintah dapat belajar dari krisis ekonomi 1997-1998. Pada saat itu, sektor usaha kecil dan menengah (UKM) lebih mampu bertahan dibanding perusahaan besar. Jadi, dalam kondisi seperti sekarang, sudah sepatutnya pemerintah menggenjot sektor kewirausahaan dan UKM untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. “Kondisi saat ini serba sulit. Banyak uang nganggur, PHK banyak, stimulus tidak turun, itu seperti kondisi tahun 1998,” katanya.

Bahlil juga berharap agar pemerintah bisa menggeser pusat kegiatan ekonomi ke daerah-daerah dengan membangun program peningkatan UKM dan pemberdayaan ekonomi daerah. Saat ini, ekonomi hanya berpusat di kota-kota besar. Pengambil kebijakan seharusnya sadar pentingnya mendorong ekonomi yang berorientasi nilai tambah.

"Makanya, dari zaman VOC kita ekspor pala sama cengkeh, sampai sekarang pun masih sama ekspornya pala dan cengkeh. Ratusan tahun tidak ganti, tidak ada nilai tambahnya," pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait