Pemerintah Upayakan Amnesti di Arab Saudi Diperpanjang
Berita

Pemerintah Upayakan Amnesti di Arab Saudi Diperpanjang

Untuk menjamin pekerja migran Indonesia yang memanfaatkan masa amnesti mendapat dokumen yang dibutuhkan.

ADY
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Upayakan Amnesti di Arab Saudi Diperpanjang
Hukumonline

Jajaran pejabat di beberapa kementerian yang menangani masalah pekerja migran Indonesia yang memanfaatkan masa amnesti di Arab Saudi berupaya memperpanjang masa amnesti itu. Upaya yang dilakukan salah satunya dengan melakukan pendekatan kepada pemerintah Arab Saudi. Para pejabat tersebut terdiri dari perwakilan Kementerian luar negeri (Kemlu), Konjen RI dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

Ikut dalam delegasi itu perwakilan Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (APJATI). Bertindak sebagai koordinator tim delegasi tersebut, Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenakertrans, Reyna Usman. Ia mengatakan para perwakilan melakukan pertemuan bilateral dengan Dirjen Penempatan Kementrian Perburuhan Arab Saudi, Abdullmonim Y Al Shehri hari ini di kantor Kementerian Perburuhan di Jeddah, Arab Saudi.

“Dalam pertemuan itu kami menyampaikan surat permohonan penundaan dan perpanjangan waktu program Amnesti bagi WNI/TKI dari Menteri Tenaga Kerja Indonesia,“ kata Reyna dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Selasa (17/6).

Reyna mengatakan pengajuan perpanjangan amnesti itu dilakukan karena banyaknya jumlah pekerja migran dan WNI yang memanfaatkan kebijakan yang diterbitkan pemerintah Arab Saudi itu. Oleh karenanya, untuk mengurus dokumen yang diajukan, dibutuhkan waktu tambahan yang cukup. Pasalnya, batas waktu berlakunya masa amnesti sampai 3 Juli mendatang dinilai singkat  dan tidak cukup dibandingkan banyaknya dokumen yang masuk. Reyna mencontohkan, sampai kemarin jumlah pekerja migran yang melakukan pendaftaran lebih dari 74 ribu orang. Dari jumlah itu 80 persen ingin bekerja kembali dan sisanya pulang ke tanah air.

“Kami ajukan surat penundaan itu karena dibutuhkan lebih banyak waktu untuk pengurusan kelengkapan dokumen dan keabsahan keimigrasian antara Indonesia dan Arab Saudi sebagai syarat bekerja di Arab Saudi,” urai Reyna.

Dalam kesempatan itu, Reyna mengatakan pemerintah Indonesia mengusulkan perbaikan kontrak kerja baru yang menekankan kepada aspek perlindungan pekerja migran. Usulan itu berkaitan dengan besaran upah, hari libur, kompensasi, upah ditransfer ke bank, memberi akses komunikasi, jam istirahat dan asuransi bagi pekerja migran.

Dari pertemuan yang dilakukan, Reyna melihat Kementerian Perburuhan Arab Saudi menyambut baik dan segera mengagendakan pembicaraan khusus. “Mereka berjanji akan mengadakan pertemuan khusus di lintas kementerian Arab Saudi untuk membahas masalah ini dan segera menyampaikan usulan Menakertrans RI kepada Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud,” ucapnya.

Terpisah, dalam rapat kerja antara Kemlu, Kemenakertrans, Kemenkumham, Kementerian Agama dan komisi IX DPR yang berlangsung hari ini, masa amnesti di Arab Saudi itu dibahas. Pada kesempatan itu Menlu, Marty Natalegawa, mengatakan masa amnesti berlaku bukan hanya untuk pekerja migran Indonesia, tapi juga yang berasal dari negara lain. Jika masih terdapat pekerja migran yang tidak berdokumen lengkap setelah masa amnesti berakhir, Marty mengatakan ada konsekuensi yang bakal diterima pekerja migran dan majikannya.

Misalnya, jika seorang majikan masih mempekerjakan pekerja migran tak berdokumen setelah masa amnesti, Marty melanjutkan, maka majikan tersebut akan dijatuhi hukuman penjara serta denda. Untuk pekerja migran yang tak berdokumen, akan diproses hukum dan dikenakan denda, penjara atau dideportasi. “Jadi sanksinya akan menimpa majikan dan pekerjanya,” ujarnya dalam rapat kerja di Komisi IX DPR, Selasa (18/6).

Atas dasar itu, Marty menilai masa amnesti bagi pekerja migran Indonesia yang tidak berdokumen lengkap sangat penting. Pasalnya, WNI yang melanggar hukum keimigrasian di Arab Saudi, dapat pulang ke Indonesia tanpa dijatuhi hukuman baik denda atau penjara. Kemudian, pekerja migran yang lari dari majikannya boleh mengajukan permohonan untuk bekerja kembali dengan majikan baru tanpa persetujuan dari majikan lama.

Lalu, pekerja migran yang bekerja namun menggunakan visa umroh dapat dinyatakan sah bekerja di Arab Saudi setelah melewati tahap prosedural. Namun, masa amnesti itu tidak berlaku bagi warga negara asing yang masuk ke Arab Saudi secara ilegal.

Tak ayal lagi, masa amnesti dimanfaatkan dengan baik oleh pekerja migran. Namun, karena banyaknya jumlah pekerja migran yang mengajukan dokumen untuk memenuhi prosedur sebagaimana diatur pemerintah Arab Saudi, Marty mengatakan KJRI kewalahan. Bagi WNI yang berada di Arab Saudi secara tidak prosedural, wajib mengurus Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Sedangkan, untuk bekerja kembali, dokumen yang diperlukan adalah SPLP untuk mendapatkan izin tinggal sementara (iqomah) dan kemudian memperoleh paspor.

Tapi dalam penerbitan dokumen yang dibutuhkan WNI dan pekerja migran itu Marty mengatakan pemerintah sangat berhati-hati dan teliti. Sehingga dapat mencegah terjadinya kesalahan agar ke depan tidak menimbulkan masalah baru. Walau diterbitkan dengan ketat, Marty mengatakan dokumen yang berhasil diselesaikan KJRI sudah banyak, lebih dari 70 ribu orang. Ironisnya, kecepatan pemrosesan itu tidak berlaku untuk imigrasi Arab Saudi.

Mengingat pemerintah Arab Saudi tidak meningkatkan pelayanan pemrosesan dokumen keimigrasian, seperti jumlah staff, maka dokumen yang bisa diproses tergolong lambat. Marty mengatakan imigrasi Arab Saudi hanya mampu melayani dokumen yang diajukan 200 WNI dalam sepekan dan secara riil yang diproses hanya 50 orang. “Setelah mendapat SPLP dan Paspor, WNI/pekerja migran harus datang ke imigrasi Arab Saudi,” ucapnya.

Lambatnya pemrosesan dokumen itu membuat WNI kembali mengantri di imigrasi Arab Saudi. Ironisnya, ada pihak tertentu yang memanfaatkan kondisi itu dengan merekrut WNI untuk dipekerjakan secara tidak berdokumen lengkap. Menurut Marty, hal itu terjadi karena dalam sindikat yang ada di Arab Saudi, upah pekerja migran tak berdokumen lebih tinggi ketimbang berdokumen.

Faktor tersebut yang memicu munculnya pihak tertentu untuk merekrut WNI menjadi pekerja migran tak berdokumen dalam antrian di imigrasi. Namun yang jelas, sampai saat ini Marty menyebut pemerintah berupaya agar para WNI mendapat dokumen yang dibutuhkan dengan mudah, cepat dan nyaman. Seperti menambah jumlah staf dan loket di KJRI.

Tags: