Pemerintah Usul Hapus Dua Pasal Ini di RKUHP
Terbaru

Pemerintah Usul Hapus Dua Pasal Ini di RKUHP

Alasannya norma yang diatur dalam RKUHP memiliki kesamaan dalam pasal di UU Praktik Kedokteran yang telah diputus MK inkonstitusional bersyarat dan berpotensi menimbulkan bias bila hanya profesi advokat yang diatur.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Hasil sosialisasi materi muatan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) ke publik mendapat sejumlah masukan. Pemerintah memberi penjelasan terhadap pasal-pasal yang menjadi isu krusial. Tapi ada pula yang diusulkan agar pasal-pasal tertentu dihapus dari draf RKUHP. Setidaknya dua pasal yang diusulkan pemerintah agar dihapus dari draf RKUHP.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej berpandangan berdasarkan hasil sosialisasi melalui diskusi publik, pemerintah melakukan penyempurnaan, mereformulasi, memberi penjelasan terhadap pasal-pasal kontroversial. Termasuk mengusulkan penghapusan terhadap dua pasal.

“Ada pasal yang dihapus menyesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (25/5/2022) kemarin.

Pertama, Pasal 282 yang mengatur soal advokat curang. Menurutnya, pemerintah mengusulkan penghapusan Pasal 282. Sebab pasal tersebut amat berpotensi menimbulkan bias terhadap salah satu profesi penegak hukum bila hanya profesi advokat yang diatur. Dalam perkembangannya keberadaan Pasal 282 memang sempat mendapat protes dari organisasi profesi advokat.

Baca Juga:

Sebelum mengambil keputusan penghapusan Pasal 282, pemerintah sempat mengundang sejumlah organisasi advokat meminta masukan dan pandangan soal pengaturan terhadap profesi advokat yang berlaku curang dalam menjalankan profesinya. Hasilnya, mereka menolak pasal tersebut karena tidak diatur penegak hukum lain. “Pemerintah mengusulkan agar ketentuan Pasal 282 dihapus,” ujarnya.

Pasal 282

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:

a. mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau

b. mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut umum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

Kedua, Pasal 276 yang mengatur tentang dokter gigi yang melaksanakan pekerjaanya tanpa izin. Menurut Edy, begitu biasa disapa, pemerintah mengusulkan penghapusan Pasal 276 dalam draf RKUHP. Khususnya dalam Pasal 276 ayat (1) RKUHP karena telah diatur dalam rumusan Pasal 76 UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Bila tetap diatur dalam RKUHP  malah menimbulkan duplikasi.

Sementara materi muatan dalam Pasal 276 ayat (2) RKUHP yang notabene serupa dengan Pasal 73 ayat (2) UU 29/2004 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan MK No.40/PUU-X/2012. Dalam pengujian Pasal 73 ayat (2) UU 29/2004 yang menyebutkan, “Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik”.

“Tukang gigi dapat menjalankan profesinya selama memiliki izin dari pemerintah,” ujarnya.

Pasal 276 RKUHP

(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang melaksanakan pekerjaannya tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Setiap Orang yang menjalankan pekerjaan menyerupai dokter atau dokter gigi sebagai mata pencaharian baik khusus maupun sambilan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Anggota Komisi III Taufik Basari menilai langkah pemerintah telah tepat dengan usulan penghapusan dua pasal. Sebab, Pasal 276 telah diatur dalam Pasal 73 UU 29/2004 yang telah diuji dan diputus MK dengan inkonstitusional bersyarat. Makanya menjadi soal kalau tetap diatur kembali dalam RKUHP. Kemudian soal Pasal 282 yang mengatur advokat curang. Menurutnya, pemerintah pun telah tepat mengundang publik, khususnya organisasi advokat meminta pandangan dan masukan soal pengaturan dalam Pasal 282 RKUHP.

Tags:

Berita Terkait