Diskursus Pemidanaan Delik Tertinggal
Kolom

Diskursus Pemidanaan Delik Tertinggal

Pada praktiknya delik tertinggal sering muncul dikarenakan penyidik belum belum mengetahui terkait delik tersebut ataupun belum lengkap alat buktinya.

Bacaan 5 Menit
Sakafa Guraba. Sumber: Istimewa
Sakafa Guraba. Sumber: Istimewa

Melihat perkembangan tindak pidana yang terjadi di masyarakat semakin kompleks dan beragam, salah satu kompleksitas tindak pidana yang terjadi yakni ketika seorang terdakwa yang melakukan tindak pidana lebih dari satu kali dan dilakukan penanganan perkara secara terpisah.

Akibat yang sering timbul dari pemeriksaan terhadap beberapa tindak pidana yang dilakukan secara terpisah pada praktiknya banyak menimbulkan putusan hukum yang beragam dan tidak jarang menyimpang dari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Salah satunya dapat dilihat dalam perkara atas nama Abdullah Bin Zakaria yang telah divonis dengan pidana mati dalam perkara tindak pidana narkotika pada tahun 2016 dan kembali dijatuhkan pidana penjara selama lima tahun dalam perkara tindak pidana pencucian uang.

Tidak hanya sebatas pemidanaan melebihi yang diatur dalam KUHP, kompleksitas pemidanaan perkara narkotika juga terjadi pada kasus Okonkwo Nonso Kingleys seorang bandar narkoba asal Nigeria.

Pada tahun 2004 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan pidana mati terhadap Okonkwo Nonso Kingleys dalam perkara kepemilikan narkotika jenis sabu. Kemudian pada tahun 2022 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Meulaboh kembali menjatuhkan pidana mati terhadap Okonkwo Nonso Kingleys yang melakukan pengendalian narkotika jenis sabu seberat 1,2 ton dari dalam lapas Bancey, Jawa Barat.

Penjatuhan pidana mati di atas pidana mati yang telah dijatuhkan kepada Okonkwo Nonso Kingleys merupakan salah satu fenomena pemidanaan yang muncul pada penanganan perkara.

Kompleksitas yang terjadi pada penegakan hukum nasional berdasarkan beberapa kasus di atas menimbulkan sebuah kontra antara pemidanaan secara kontekstual dan pemidanaan secara tekstual. Terlepas dari ketentuan Pasal 12 ayat (4) KUHP yang secara limitatif telah mengatur pidana penjara maksimum selama-lamanya 20 tahun penjara.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait