Penanganan Covid-19 Harus Berperspektif HAM
Berita

Penanganan Covid-19 Harus Berperspektif HAM

Pemerintah akhirnya memutuskan menerapkan pembatasan sosial dalam skala besar disertai pemberian sanksi secara ketat bagi yang melanggar.

Oleh:
Ady The DA/Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi: Foto RES
Presiden Jokowi: Foto RES

Pemerintah terus berupaya menanggulangi/mengatasi penyebaran Covid-19 di Indonesia. Sebagian kalangan mengusulkan pemerintah melakukan lockdown atau penutupan akses keluar masuk di wilayah tertentu atau karantina wilayah, seperti yang sudah diterapkan sejumlah daerah di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

 

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai penanggulangan Covid-19 sudah dalam situasi darurat. Karena itu, tindakan karantina wilayah atau lockdown dirasa perlu dilakukan segera untuk beberapa daerah seperti di Jabodetabek. Namun, Taufan mengingatkan apapun langkah yang diambil pemerintah tetap menggunakan perspektif HAM dalam tata kelola penanganan Covid-19 ini.

 

Dalam konteks HAM, sedikitnya ada 6 prinsip dan pedoman bagaimana melakukan pembatasan, penundaan, dan pengurangan penikmatan HAM. Pertama, penetapannya harus berdasarkan hukum. Kedua, pernyataan, pemberitahuan dan penghentian darurat. Ketiga, tidak membatasi nonderogable rights. Keempat, benar-benar dibutuhkan. Kelima, pengaturan jelas, ketat, dan tidak multitafsir. Enam, menekankan proporsionalitas.

 

“Karantina wilayah perlu dilakukan segera, terutama Jabodetabek dan pemerintah harus pastikan juga dukungan (jaminan, red) kebutuhan masyarakat,” kata Taufan ketika dikonfirmasi, Senin (30/3/2020). Baca Juga: Dukungan untuk Pemerintah Terbitkan PP Karantina Wilayah

 

Selaras dengan itu, Komnas HAM merekomendasikan beberapa hal untuk Presiden Joko Widodo antara lain penguatan legalitas penanggulangan Covid-19; platform kebijakan yang terpusat dan dikelola oleh pemerintah pusat; karantina wilayah secara proporsional; tindakan yang lebih dalam kebijakan social/physical distancing; mekanisme update situasional; respon atas overcrowding di lapas dan rutan agar tidak menjadi penyebaran wabah Covid-19.

 

Selain itu, Taufan menyebut lembaganya mengusulkan pemerintah menerapkan sanksi tegas berupa denda dan pidana pada peristiwa khusus; menggunakan teknologi secara maksimal; pemberian jaminan hidup langsung bagi semua; kebijakan untuk belajar/bekerja di rumah tanpa menimbulkan tambahan beban bagi keluarga.

 

Selanjutnya, Komnas HAM merekomendasikan pemerintah menerbitkan kebijakan khusus untuk menunjang para petugas dan pekerja medis untuk perlindungan yang maksimal; kebijakan khusus terkait pelayanan dan perlindungan kesehatan bagi penyandang disabilitas. “Penyadaran kepada publik guna memerangi stigma yang terdapat di masyarakat, serta menjamin dan memastikan tidak ada kebijakan PHK sepihak terhadap buruh dan para pekerja.”

 

Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam menekankan harus ada produk hukum dalam penanggulangan penyebaran Covid-19. Karakter kebijakan yang bersifat darurat bentuknya harus jelas, konkrit, tidak interpretatif, dan ada jangka waktunya. Mengingat dampak covid-19 tergolong rumit dan luas, Komnas HAM mengusulkan pemerintah menerbitkan Perppu.

 

“Agar komprehensif, kami mengusulkan pemerintah menerbitkan Perppu tentang Darurat Kesehatan,” usulnya.

 

Komisioner Komnas HAM lainnya, Beka Ulung Hapsara mengingatkan Presiden Jokowi dan jajarannya serta pemerintah daerah untuk melakukan sejumlah langkah antara lain karantina wilayah terbatas untuk daerah kategori merah (red zone). Memastikan ketersediaan alat pelindung diri (APD), nutrisi dan tempat tinggal sementara (bila diperlukan) bagi petugas medis agar perlindungan dan pemenuhan hak kesehatan dapat berjalan baik.

 

Selain itu Beka menekankan pemerintah untuk memastikan kualitas pendidikan dan jangkauan layanan pendidikan yang memungkinkan peserta didik bisa belajar di rumah. Memastikan kualitas pendidikan dan jangkauan layanan pendidikan yang memungkinan peserta didik bisa belajar dari rumah.

 

“Distribusi bahan makanan pokok yang mudah diakses masyarakat. Memastikan pemenuhan dan perlindungan hak dasar warga lanjut usia, perempuan hamil, anak, dan disabilitas,” lanjutnya.

 

Selama karantina wilayah, kata Beka, pemerintah harus memastikan pemenuhan kebutuhan dasar warga negara dan makanan hewan ternak sebagaimana diatur Pasal 55 ayat (1) UU No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Terakhir, perlu diantisipasi potensi konflik sosial yang muncul akibat karantina wilayah serta mengambil langkah tertentu untuk memastikan tidak terjadi diskriminasi sosial terhadap pasien, keluarga pasien, dan tenaga kesehatan.

 

Pembatasan sosial berskala besar

Pemerintah akhirnya memutuskan menerapkan pembatasan sosial dalam skala besar disertai pemberian sanksi secara ketat bagi yang melanggar. Keputusan ini diambil untuk menekan angka penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat dan masif.

 

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing (penjarakan fisik di tempat publik) dilakukan lebih tegas, lebih disiplin, dan lebih efektif lagi. Tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Presiden Jokowi dalam rapat terbatas, Senin (30/3/2020) seperti dikutip setkab.go.id

 

Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, Presiden meminta agar segera disiapkan aturan pelaksanaannya yang lebih jelas sebagai panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota, sehingga pemerintah daerah bisa bekerja.

 

“Saya ingatkan kebijakan kekarantinaan kesehatan, termasuk karantina wilayah adalah kewenangan Pemerintah Pusat, bukan kewenangan Pemerintah Daerah,” kata Presiden.

 

Dia berharap seluruh Menteri memastikan bahwa Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus memiliki visi yang sama. “Harus satu visi, memiliki kebijakan yang sama, semuanya harus dikalkulasi, semuanya harus dihitung, baik dari dampak kesehatan maupun dampak sosial ekonomi yang ada,” katanya.

Tags:

Berita Terkait