Kala itu LCW diminta oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi untuk membantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya akibat kelangkaan minyak goreng. Kelangkaan minyak goreng yang terjadi setelah Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan Harga Eceran Tertinggi dari minyak goreng.
Maqdir menegaskan bahwa dalam praktinya yang dilakukan oleh LCW adalah memberikan Analisa atas data yang diberikan oleh Kemendag sesuai persetujuan Mendag. Analisa ini tidak mengikat, tidak executable dan tidak final seperti dinyatakan oleh Hakim Dr. Agus Salim dalam pendapat berbedanya.
Kemudian dalam perkara ini LCW secara pribadi atau IRAI Lembaga research yang dipimpinnya tidak mendapat keuntungan dari seluruh kegiatan membantu Menteri Perdagangan mengatasi kerisis minyak goreng ini.
Mengenai penggunaan BLT, Maqdir mengatakan bahwa Majelis Hakim ternyata berpandapat sama dengan pihaknya, dimana dikatakan bahwa BLT yang diberikan bukan hanya untuk minyak goreng, tetapi juga untuk kepentingan msayarakat yang lain dan diberikan terkait dengan kegiatan keagamaan, seperti bulan puasa Ramadhan dan menjelang lebaran dan tidak bisa dikatakan merugikan keuangan negara.
“Mengenai perhitungan kerugian perekonomian negara, seperti diterangkan Ahli Prof. Haula Rosdiana, M.Si., sampai hari ini belum ada regulasi atau kesepakatan antara para ahli untuk mendefinisikan apa yang dimaksud sebagai kerugian perekonomian Negara,” jelas Maqdir.
Selain itu Ahli Lukita Dinarsyah Tuwo, menyatakan bahwa perhitungan kerugian perekonomian negara yang dilakukan oleh Ahli Rimawan Pradiptyo, Ph.D., yang menyatakan ada kerugian mencapai Rp10.960.141.557.673,- (sepuluh triliun sembilan ratus enam puluh miliar seratus empat puluh satu juta lima ratus lima puluh tujuh ribu enam ratus tujuh puluh tiga rupiah) adalah tidak benar, karena metode tersebut tidak dapat digunakan untuk menghitung dampak pada komoditas yang sangat sensitif dan harga yang rentan dengan perubahan. Apalagi data yang digunakan untuk menghitung di tahun 2022, menggunakan data tahun 2016, ada perbedaan waktu 6 tahun.
Perhitungan kerugian perekanomian negara yang dilakukan oleh Ahli Rimawan Pradiptyo, ini tidak juga disetujui oleh Majelis Hakim, karena menurut Majelis dengan merujuk Putusan MK Nomor 25/PU-XIV/2016 kerugian perekonomian Negara itu harus bersifat nyata dan pasti, bukan yang merupakan potential loss.