Penegak Hukum Harus Kerja Lebih Keras Ungkap Korupsi
Utama

Penegak Hukum Harus Kerja Lebih Keras Ungkap Korupsi

Putusan MK terhadap UU No. 31/1999 terus menuai kecaman. Pembuktian kasus korupsi menjadi lebih sulit.

M-1
Bacaan 2 Menit

 

Sementara itu, ajaran melawan hukum secara formil dalam hukum pidana berkembang seiring diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

 

Dalam bukunya Komariah menjelaskan ajaran melawan hukum secara formil adalah apabila suatu perbuatan dapat dipidana jika telah cocok dengan semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak pidana secara tertulis. Sementara ajaran melawan hukum materiil di samping memenuhi syarat formil, perbuatan tersebut harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat seagai perbuatan yang tidak patut atau tercela.  

 

Sejarahnya

Diakui oleh Komariah, pada awalnya masalah kepatutan tidak boleh diterapkan di pidana. Namun ketika hukum perdata memasukkan perbuatan tidak patut sebagai unsur melawan hukum, pakar hukum pidana Belanda mengatakan bahwa melawan hukum dalam bidang pidana tidak berbeda lagi dengan bidang hukum perdata seperti termuat dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Berarti perbuatan tidak patut itu juga diadopsi di bidang hukum pidana, imbuh hakim Pengadilan HAM Ad Hoc tersebut.

 

Awalnya, menurut Komariah, ajaran melawan hukum secara materiil digunakan sebagai alasan pembenar terhadap suatu tindak pidana. Artinya suatu perbuatan meskipun termasuk tindak pidana tetapi dapat dibenarkan ketika hilangnya sifat melawan hukum secara materiil. Dengan demikian, tidak tepat jika ajaran melawan hukum secara materiil dikaitkan dengan isu pelanggaran hak asasi dari seorang tersangka atau terdakwa.

 

Lebih lanjut, Komariah menuturkan bahwa putusan MK ini tidak perlu dikaitkan dengan ada atau tidaknya kepastian hukum. Sama sekali tidak ada kaitannya, tuturnya.

 

Ajaran ini dipakai sebagai yurisprudensi sejak putusan Mahkamah Agung (MA) No 275K/Pid/1982 dalam perkara korupsi Bank Bumi Daya. MA secara jelas mengartikan sifat melawan hukum materiil, yaitu menurut kepatutan dalam masyarakat, khususnya dalam perkara tindak pidana korupsi apabila seorang pegawai negeri menerima fasilitas berlebihan serta keuntungan lainnya dengan maksud agar ia menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya. Hal itu menurut MA merupakan pebuatan melawan hukum karena menurut kepatutan merupakan perbuatan tercela atau perbuatan yang menusuk rasaan keadilan masyarakat banyak.

 

Ditambahkan oleh Komariah, dicantumkan atau tidaknya unsur melawan hukum secara materil dalam undang-undang sebenarnya tidak banyak pengaruhnya. Karena pada hakikatnya sifat melawan hukum secara materil itu sudah melekat pada perbuatan yang tidak patut dan tidak terpuji.

Tags: