Penegak Hukum Harus Kerja Lebih Keras Ungkap Korupsi
Utama

Penegak Hukum Harus Kerja Lebih Keras Ungkap Korupsi

Putusan MK terhadap UU No. 31/1999 terus menuai kecaman. Pembuktian kasus korupsi menjadi lebih sulit.

Oleh:
M-1
Bacaan 2 Menit

 

Dicantumkan boleh, tidak dicantumkan juga boleh. Masalahnya bukan terletak pada persoalan malanggar atau tidak melanggar UU, tapi melanggar atau tidaknya nilai keadilan yang ada di masyarakat, jelas. Prof. Komariah.

 

Pembuktian Lebih Sulit

Komariah mengakui pemberantasan korupsi pembuktiannya  akan makin sulit. Seandainya penyidik cukup kuat melakukan pembuktian ya tidak apa-apa. Tapi sekarang yang terjadi alat pembuktian tidak cukup kuat sehingga banyak yang lepas dari penghukuman, jelasnya.

 

Ia juga khawatir banyak tersangka korupsi yang akan lolos di masa mendatang. Kalau ada persetujuan yang sifatnya administratif, berarti hilang sifat melawan hukumnya, karena persetujuan itu merupakan alasan pembenar. Komariah mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan DPRD dan telah disetujui Gubernur maka akan sulit dijerat apabila hanya menggunakan ajaran melawan hukum secara formil sebab secara formill hal tersebut sudah sah.

 

Pendapat senada disampaikan oleh Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki. Alasannya korupsi seringkali dilakukan dengan sistematis dan melibatkan orang-orang yang berkuasa. Nantinya kalau begitu, korupsi DPRD yang berdasarkan Perda, dengan Keppres, Keputusan Menteri dan sebagainya akan sulit diproses hukum, tuturnya.

 

Menurut Teten, putusan MK itu kontraproduktif bagi pemberantasan korupsi serta dianggapnya bertentangan dengan kecenderungan hukum anti korupsi secara global. Pendekatan formal dalam pemberantasan korupsi sudah ditinggalkan banyak Negara, tuturnya.

 

Serahkan pada Hakim

Menurut Prof. Komariah, penilaian patut atau tidak patut dilakukannya suatu tindakan ditentukan oleh hakim. Tergantung kepada hakim, jadi sekarang batu ujian luar biasa bagi hakim untuk mengukur sejauh mana perbuatan itu memang patut atau tidak patut dilakukan. Kalau sudah melanggar UU ya tidak patut dilakukan, tandasnya.

 

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Rifqi Sjarief Assegaf, juga menilai MK tidak tepat menghapuskan ajaran melawan hukum secara materiil. Kalau masalah melawan hukum materiil itu tugas hakim nanti dalam mengahadap perkara.

 

Namun demikian, Rifqi sepakat bahwa sebaiknya ada batasan bagi hakim dalam menafsirkan ajaran melawan hukum materil.

Tags: