Penelitian Tordillas: Pasal Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik Paling Banyak Digunakan
Berita

Penelitian Tordillas: Pasal Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik Paling Banyak Digunakan

Era digital mengubah perilaku masyarakat, dan potensi terjadinya pidana makin besar.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Data lain, dari Laporan Tahun Mahkamah Agung Tahun 2018, menunjukkan ada 749 beban perkara pidana ITE di pengadilan negeri seluruh Indonesia. Beban perkara ini adalah sisa tahun 2017 (98) ditambah perkara masuk 2018 (651). Jumlah ini belum termasuk perkara penghinaan dan pencemaran nama baik yang menggunakan KUHP.

Banyaknya warga yang terjerat tuduhan penghinaan/pencemaran nama berhubungan erat dengan tingkat penggunaan internet di Indonesia. Direktur Eksekutif Tordillas, Awaluddin Marwan mengatakan pada era digital sekarang banyak terjadi perubahan dalam masyarakat, termasuk perubahan perilaku. Kebutuhan akan internet telah bergeser dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan primer. “Dunia digital mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dulu, kalau mau makan berdoa dulu. Sekarang kalau mau makan, selfie dulu,” ujarnya di acara yang sama.

Berdasarkan penelitian Tordillas, dua tindak pidana lain dalam UU ITE yang sering bermuara ke pengadilan adalah menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (Pasal 28 ayat 2); dan mendistribusikan, mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya konten yang melanggar kesusilaan (Pasal 27 ayat 1). Selain itu, Tordillas menemukan putusan dimana jaksa menggunakan Pasal 30 juncto Pasal 36 UU ITE. “Tapi hanya satu kasus,” kata Bunga Meisa.

(Baca juga: Menyebarkan Karya Jurnalistik Terancam UU ITE?)

Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Teguh Afriadi, menyatakan pasal-pasal pidana dalam UU ITE sebenarnya adalah pidana konvensional yang disiberkan. Sebagian tindak pidana itu sudah diatur dalam KUHP, semisal penghinaan dan pencemaran nama. Dibanding perkembangan cyber dan aturan cyberlaw di beberapa negara, UU ITE sebenarnya sudah ketinggalan.

Teguh berharap ada pemahaman aparat penegak hokum yang holistik terhadap UU ITE agar pasal-pasalnya tak terkesan 'karet' atau sangat fleksibel. Termasuk Pasal 27 ayat (3), dan kesamaan pandang tentang pembuktian. Selama aparat belum punya pemahaman yang sama, kata dia, kasus-kasus pencemaran nama dan penghinaan yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE akan terus terjadi.

Tags:

Berita Terkait