Bicara aliran penemuan hukum tentu tidak dapat dilepaskan dari definisi penemuan hukum itu sendiri. Paul Scholten mengartikan penemuan hukum adalah sesuatu yang berbeda dengan hanya melakukan penerapan hukum.
Lebih lanjut, Scholten menerangkan bahwa perbedaan itu terjadi karena adanya kekosongan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan yang mana membutuhkan penemuan, baik melalui interpretasi, analogi, atau penghalusan dan pengkonkretan.
Terkait penemuan hukum, Utrecht mengemukakan bahwa penemuan hukum terjadi jika ada suatu perundang-undangan yang belum diatur atau dapat juga terjadi jika ada aturan yang tidak jelas pengaturannya; dan hakim dapat bertindak sesuai inisiatifnya dalam rangka menyelesaikan perkara tersebut.
Baca juga:
- Kurikulum Wajib FH UKSW, Bekali Lulusan Menjadi ‘Garam dan Terang Dunia’
- Targetkan Lulusan Tech Savvy, Ini Dia 8 Peminatan FH UNEJ
- Litigator Ini Berbagi Kiat Menggarap Skripsi Hukum
Dalam hal menentukan inistiatif tersebut, hakim berperan untuk menentukan hukum atas perkara yang dihadapi, sekalipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang dapat menyelesaikannya. Tindakan hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut yang dimaknai Utrecht sebagai penemuan hukum.
Adapun teori penemuan hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah konkretisasi, kristalisasi, atau individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit. Peristiwa konkrit ini haruslah dihubungkan dengan peraturan hukum, agar dapat tercakup oleh peraturan hukum itu. Sebaliknya, peraturan hukum harus disesuaikan dengan peristiwa konkrit agar dapat diterapkan.
Alasan Terjadinya Penemuan Hukum
Mengapa penemuan hukum dapat terjadi? Disarikan dari Nervindya (2018), ada tiga alasan yang menyebabkan terjadinya penemuan hukum, yakni sebagai berikut.