Pengacara Mario Tampik Penyuapan
Berita

Pengacara Mario Tampik Penyuapan

Seharusnya lingkungan MA jadi tempat pemberantasan mafia hukum, bukan sebaliknya.

CR-15
Bacaan 2 Menit
Pengacara Mario Tampik Penyuapan
Hukumonline

Tommy Sihotang, pengacara Mario C. Bernardo, meragukan duit sekitar 80 juta yang disita KPK dari pegawai Mahkamah Agung (MA) Djodi Supratman adalah uang suap. Menurut Tommy, jumlahnya terlalu sedikit sehingga  sulit diterima akal sebagai suap kepada hakim agung. “Saya tidak yakin itu kasus suap. Jumlah uang 80 juta itu sedikit sekali untuk dibagi kepada tiga hakim agung,” ujarnya.

Mario C Bernardo (MCB) ditangkap KPK pada Kamis (27/7) di kantor pengacara Hotma Sitompoel & Associates di kawasan Jalan Martapura Jakarta. Sebelumnya, KPK sudah menangkap Djodi Supratman (DS) di sekitar Monas ketiga pegawai Mahkamah Agung itu pulang dari kantor MCB. Juru bicara KPK Johan Budi SP menyebut keduanya tertangkap dalam operasi tangkap tangan. MCB dan DS sudah dinyatakan sebagai tersangka, dan ditahan.

Dari tas yang dibawa Djodi KPK menemukan uang puluhan juta rupiah. Ketika melakukan penggeledahan di rumah Djodi, KPK kembali menemukan uang puluhan juta rupiah. KPK menduga transaksi itu adalah bagian dari suap pengurusan perkara pidana penipuan atas nama terdakwa HWO (Hutomo Wijaya Onggowarsito).

Namun Tommy Sihotang menampik dugaan itu. Selain karena jumlah uangnya sedikit, ada dua alasan lain. Mario bukanlah kuasa hukum HWO, dan pemberian uang itu tak ada hubungannya dengan perkara HWO. Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, kasus HWO sudah masuk tahap kasasi. Majelis kasasi yang menanganinya adalah Prof. T. Gayus Lumbuun, Andi Ayyub Saleh, dan Zaharuddin Utama. Tommy lebih percaya uang sekitar 80 juta tersebut sebagai tunjangan hari raya (THR).

Praktek suap menyuap untuk memenangkan perkara sudah menjadi rahasia umum. Rahasia umum ini diakui juga Tommy Sihotang dan anggota Komisi III DPR, Nudirman Munir. “Sudah menjadi rahasia umum kalau ada praktek suap menyuap advokat,” ujarnya.

Nudirman mengatakan suap adalah cara pengacara untuk memenangkan kasus. Jika tak melakukan suap, seringkali perkara yang diadvokasi si pengacara kalah terus. Jika kalah terus, akan berakibat pada kepercayaan klien kepada pengacara bersangkutan.

Nudirman mengkritik Mahkamah Agung yang belum berhasil membersihkan stafnya dari praktek menyimpang. Ia malah menyebut Mahkamah masih membuka celah mafia hukum. Salah satunya adalah sidang yang tidak terbuka untuk umum dalam arti sebenarnya. Selain itu, putusan hakim pun sering tidak konsisten. Seharusnya, kata Nudirman, MA menjadi pusat pemberantasan mafia hukum, bukan sebaliknya.

Tags:

Berita Terkait