Pengacara Tuding KPK Menculik OC Kaligis
Utama

Pengacara Tuding KPK Menculik OC Kaligis

KPK mengklaim tidak ada cacat prosedural.

NOV
Bacaan 2 Menit
OC Kaligis saat menjalani pemeriksaan di KPK. Foto: RES
OC Kaligis saat menjalani pemeriksaan di KPK. Foto: RES
Tindakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penjemputan terhadap OC Kaligis di Hotel Borobudur pada 14 Juli 2015 berbuntut panjang. Pengacara OC Kaligis, Humphrey Djemat mengatakan keluarga kliennya melaporkan enam penyidik KPK yang salah satunya bernama HM Christian ke Bareskrim Mabes Polri.

“Laporannya menyangkut Pasal 328 KUHP (penculikan) dan Pasal 333 KUHP (perampasan kemerdekaan). Waktu di Hotel Borobudur itu datang sejumlah orang yang mengaku sebagai petugas KPK, tapi tidak menunjukan satu surat pun. Mereka meminta Pak OC ikut ke kantor KPK dan nanti segala sesuatu dijelaskan di sana,” katanya, Kamis (6/8).

Laporan tersebut, menurut Humphrey, dibuat atas sepersetujuan OC Kaligis. Advokat senior ini merasa penyidik KPK telah melakukan penculikan dan perampasan kemerdekaan karena menjemputnya tanpa prosedur yang benar. Padahal, ketika itu, OC Kaligis telah beriktikad baik dengan membuat surat permohonan penundaan pemeriksaan.

Humphrey menjelaskan, sehari sebelum penjemputan di Hotel Borobudur, penyidik KPK melayangkan surat panggilan untuk memeriksa OC Kaligis sebagai saksi. Surat tertanggal 13 Juli 2015 tersebut dikirim pada hari yang sama. Dalam surat itu, OC Kaligis diagendakan untuk diperiksa pada pukul 10.00 WIB. Namun, surat tiba pada pukul 10.40 WIB.

Mengingat surat terlambat diterima, OC Kaligis menyampaikan surat permintaan penundaan pemeriksaan kepada penyidik KPK melalui pengacaranya. Ketika itu, OC Kaligis baru tiba dari Makassar untuk melakukan tugas profesinya. Setibanya di Jakarta, OC Kaligis bermalam di Hotel Borobudur bersama anaknya.

Keesokan harinya, pada 14 Juli 2015, penyidik KPK yang dipimpin Christian datang ke Hotel Borobudur. Tanpa menunjukan surat apapun, penyidik KPK langsung menjemput OC Kaligis dan meminta OC Kaligis ikut ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. 

Sesampainya di kantor KPK, lanjut Humphrey, OC Kaligis baru mengetahui jika penyidik sudah mempersiapkan surat perintah penyidikan (Sprindik), surat perintah penangkapan (Sprinkap), dan surat perintah penahanan (Sprinhan) tertanggal 13 Juli 2015 atas nama dirinya. Dari situ, OC Kaligis baru mengetahui dirinya telah ditetapkan sebagai tersangka.

“Coba anda bayangkan kalau enam orang tahu-tahu datang ke kita minta ikut. Pak OC mau ke kamar kecil saja tidak boleh. Pak OC langsung diminta masuk ke dalam mobil. Kan ada prosedurnya kalau orang mau diminta untuk hadir. Dia juga sudah memperlihatkan iktikad baik dan sikap kooperatif dengan mengirim surat,” ujarnya.

Dengan kejadian itu, Humphrey mempertanyakan mengapa penyidik tidak langsung melayangkan surat panggilan sebagai tersangka jika pada 13 Juli 2015 OC Kaligis sudah ditetapkan sebagai tersangka. Mengapa pula penyidik tidak melayangkan surat panggilan secara patut terlebih dahulu baru melakukan penjemputan paksa.

Humphrey menganggap penyidik telah melakukan upaya penculikan dan perampasan kemerdekaan terhadap OC Kaligis. Ia membantah jika OC Kaligis disebut sengaja “bersembunyi” di Hotel Borobudur dan memerintahkan anak buahnya untuk menghilangkan barang bukti. “Itu tidak benar dan bisa dibuktikan,” ucapnya.

Lebih lanjut, Humphrey mempersilakan KPK membuktikan apabila kliennya dinilai berupaya menghalang-halangi penyidikan dengan memerintahkan anak buahnya memindahkan barang bukti dari kantor OC Kaligis. Ia juga mengaku memiliki bukti-bukti dan saksi-saksi bahwa kliennya memang baru tiba dari Makassar.

Selain melaporkan dugaan penculikan dan perampasan kemerdekaan, Humphrey mengungkapkan, keluarga OC Kaligis melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penyidik KPK ke Bareskrim. OC Kaligis merasa penyidik KPK telah melakukan pemaksaan pada 31 Juli 2015 di Rumah Tahanan (Rutan) Guntur.

Ketika itu, penyidik bernama Christian bersama lima penyidik lainnya mendatangi Rutan Guntur untuk memeriksa OC Kaligis sebagai tersangka. Namun, OC Kaligis menolak dan sempat bersitegang dengan penyidik. Penyidik bahkan mengusir semua tim pengacara yang berupaya berkonsultasi dan bertemu OC Kaligis.

Buntut dari insiden tersebut, sambung Humphrey, tim pengacara dibatasi untuk bertemu OC Kaligis. Sekarang, tim pengacara tidak hanya harus melapor dan membawa formulir dari KPK, tetapi juga harus menyebutkan nama satu persatu kepada Christian untuk kemudian diseleksi boleh atau tidak bertemu OC Kaligis.

Menurut Humphrey, cara-cara intimidatif seperti itu sangat tidak menjunjung hak asasi manusia (HAM) dan menunjukan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penyidik KPK. Oleh karena itu, keluarga OC Kaligis melaporkan penyidik KPK dengan Pasal 421 KUHP jo Pasal 23 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

“Yang menonjol memang Christian karena dia sangat kasar. Bahkan, dia di depan saya  teriak-teriak yang tidak jelas. Kami tidak mengerti, mengapa di era sekarang, dimana sangat menjunjung HAM, dilakukan praktik-praktik penekanan seperti di zaman sebelum KUHAP. Crime control model-nya itu kelihatan benar,” terangnya.

Humphrey mempertanyakan, mengapa penyidik KPK begitu ngotot memaksa memeriksa OC Kaligis. Padahal, penyidik telah mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan OC Kaligis sebagai tersangka. Untuk menguji dua alat bukti yang dimiliki penyidik, pengacara tengah bersiap untuk mengikuti sidang praperadilan pada Senin, 10 Juli 2015.

Menanggapi laporan keluarga OC Kaligis, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi mempersilakan jika pihak OC Kaligis melaporkan penyidik KPK ke Bareskrim. Ia meyakini tidak ada pelanggaran prosedur dalam penjemputan OC Kaligis di Hotel Borobudur, serta pemaksaan yang dilakukan penyidik terhadap OC Kaligis.  

“Soal laporan OCK ke Bareskrim silakan saja itu hak yang bersangkutan. Saya yakin pihak Bareskrim jernih dalam melihat persoalan ini. Itu kan versi pihak penasihat hukum OCK. Nanti diuji di praperadilan,” tuturnya.

Senada, Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji memastikan tidak ada pelanggaran prosedur dalam penjemputan OC Kaligis di Hotel Borobudur. Penjemputan itu dilakukan dengan mekanisme dan prosedur rutin sesuai aturan hukum. “Prosedur administrasinya juga sudah lengkap, seperti Sprindik, Sprinkap, dan lain-lain,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait