Pengembangan Digital Banking Harus Diikuti Perlindungan Nasabah
Berita

Pengembangan Digital Banking Harus Diikuti Perlindungan Nasabah

Kemampuan melindungi nasabah menjadi tantangan utama dalam layanan bank digital.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Sementara itu, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani berbagai kasus hukum sehubungan bank digital perlu menjadi perhatian perbankan dan regulator termasuk OJK dan Bank Indonesia. Dia menjelaskan masih belum terdapat penyelesaian hukum pada kasus kejahatan siber. Terlebih lagi, kasus kejahatan siber naik pesat hingga 30 persen saat pandemi Covid-19.

“Masih belum ada penyelesaian problem cybercrime. Ini tnggung jawab siapa, sehingga tidak ada yang tanggung jawab. Setelah pandemi naik 30 persen, market conduct jadi penting, bicara regulasi tanpa market coduct buat kepercayaannya tidak bisa jangka panjang. beberapa kasus terjadi satu bank bilangnya sudah transfer dana tapi bank satunya lagi bilang belum terima. Ini jumlanya ratusan miliar,” jelas Aviliani.

Selain itu, dia juga mendorong reformasi regulasi perizinan produk bank digital. Dia menekankan regulator seharusnya tidak tertinggal dibandingkan kebutuhan perbankan.

“Kecepatan regulasi, roadmap OJK dan BI sudah dibuat sangat bagus tapi jangan sampai pelakunya duluan, pada tataran implementasinya yang perlu, misalnya izin berapa lama? Jiwanya ingin cepat lari tapi pada tataran implementasinya perlu diperbaiki. Regulasi bukan hanya OJK dan BI tapi pemerintah misalnya sektor infokom (informasi dan telekomunikasi) misalnya, telekomunikasi, penipuan terjadi karena bukan banknya tapi karena orang bisa ganti-ganti nomor dengan mudah,” jelas Aviliani.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, menyampaikan keamanan dana masyarakat atau nasabah merupakan salah satu prioritas utama lembaga jasa keuangan (LJK). Tingginya kepercayaan masyarakat saat menempatkan dananya pada LJK berdampak positif terhadap perekonomian nasional. Namun, kondisi sebaliknya akan terjadi apabila masyarakat tidak mempercayai LJK.

Wimboh mengatakan aktivitas masyarakat saat ini tidak bisa lepas dari jasa keuangan. Sehingga, dalam kondisi tersebut, LJK harus meningkatkan perlindungan nasabah agar masyarakat merasa aman bertransaksi. Dia mencontohkan industri perbankan harus memiliki kemampuan mitigasi risiko prudensial dalam pengelolaan dana deposito dari masyarakat yang sifatnya jangka pendek untuk disalurkan pada pembiayaan jangka panjang.

“Misalnya, deposito itu jangka pendek tapi pinjamannya jangka panjang, bagaimana hal itu harus di-manage. Selain itu terdapat juga risiko mismatch currency seperti uang dari nasabah dengan mata uang rupiah tapi kebutuhan pinjamannya berbentuk valuta asing. Ini semua kami atur,” jelas Wimboh dalam acara webinar OJK dan Keamanan Dana Masyarakat dalam Pengelolaan oleh LJK, Senin (15/3) lalu.

Tags:

Berita Terkait