Penggunaan AI Bukan Ancaman bagi Profesi Advokat
Utama

Penggunaan AI Bukan Ancaman bagi Profesi Advokat

Penting diingat penggunaan AI jangan dilihat sebagai ancaman, justru menjadi peluang untuk dapat mempermudah pekerjaan advokat lebih efektif dan efisien.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
CEO Hukumonline Arkka Dhiratara dan Partner K&K Advocates Danny Kobrata. Foto Kolase: RES
CEO Hukumonline Arkka Dhiratara dan Partner K&K Advocates Danny Kobrata. Foto Kolase: RES

Hukumonline.com

Perkembangan Artificial Intelligence (AI) kian masif beberapa waktu terakhir sampai-sampai merambah industri jasa hukum. Sebut saja, beberapa waktu lalu terdapat 'robot lawyer' DoNotPay di Amerika Serikat maupun penggunaan Generative AI 'Harvey' oleh firma hukum Allen & Overy (A&O). Isu mengenai AI yang mulai mensusupi dunia lawyering jelas mengundang atensi besar kalangan advokat.

“Pada dasarnya, penggunaan teknologi, khususnya AI itu memang lambat laun bakal masuk ke semua industri. Untuk domain hukum ini cukup terbelakang, dalam artian fintech dan lain-lain sudah duluan. Domain hukum ini yang memang lumayan lambat (dalam memanfaatkan teknologi),” ujar Chief Executive Officer (CEO) Hukumonline Arkka Dhiratara melalui sambungan telepon, Sabtu (18/3/2023).

Baca Juga:

Ia melihat teknologi AI merambah ke dunia hukum hal yang tidak dapat terhindarkan. Namun tidak perlu khawatir terlalu jauh dan resah mengenai kemungkinan AI bisa menggantikan advokat. Ia menjelaskan esensi dari AI ialah untuk membantu bak asisten. Sebab, pada akhirnya pengambilan keputusan tetap akan berada di tangan manusia.

Penting untuk memandang penggunaan AI tidak sebagai suatu ancaman, justru peluang untuk dapat meringankan pekerjaan. Dalam hal ini, pemanfaatan AI akan tepat bila dipergunakan untuk melakukan pekerjaan teknis dengan volume tinggi. Misalnya, ketika melakukan review terhadap ribuan dokumen, menggunakan AI dapat membantu dalam mengidentifikasi dan mengkategorisasikan dokumen terkait.

“Tapi balik lagi, tetep yang ambil keputusannya itu manusia. Knowledge menghubungkan antara konteks kasusnya sama peraturannya tetap masih ada (faktor) manusianya. Saya sendiri bilang teknologi itu dibentuk untuk membantu manusia, itu esensinya. Jadi itu alat bantu. Kalau dikatakan apakah menggantikan lawyer? Pertanyaan berikutnya, lawyer yang seperti apa yang tergantikan?”

Bila konteksnya dalam hal ini merujuk pada pekerjaan advokat yang bersifat rutin tanpa dinamika dengan proses yang pasti, maka bisa saja digantikan oleh mesin. Akan tetapi, jika yang dimaksud ialah pekerjaan advokat yang jelas masih memerlukan pengetahuan dan pengalaman dalam konteks yang lebih luas, intervensi manusia jelas tetap diperlukan. “Jadi mungkin at certain level, (beberapa bentuk) pekerjaan lawyer pasti bisa tergantikan. Tapi kalau secara keseluruhannya sih enggak,” kata dia.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait