Penghapusan Pasal 20 UU Paten Dinilai Syarat Agenda Liberalisasi dan Monopoli Paten Obat
Berita

Penghapusan Pasal 20 UU Paten Dinilai Syarat Agenda Liberalisasi dan Monopoli Paten Obat

Pasal 110 Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan kembali memperkuat ruang monopoli paten obat oleh perusahaan-perusahaan farmasi besar sehingga berdampak jangka panjang bagi pemenuhan jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Menurut Razilu, satu hal yang paling penting terkait paten adalah fleksibilitas pelaksanaan paten. Sementara, Pasal 20 UU Paten mempersyaratkan setiap pihak yang ingin melaksanakan paten di Indonesia, maka proses pembuatan produk tersebut harus dilakukan di Indonesia. Untung ataupun rugi, tetap pembuatan produk harus dilakukan di Indonesia.

Dengan ketentuan itu, produk impor menjadi dianggap tak memenuhi prasyarat pelaksanaan paten di Indonesia. Wajar saja, karena proses pembuatannya tidak di Indonesia. Padahal, terkait paten tertentu yang proses pembuatannya rumit, akan sangat rumit pula bila pabriknya juga harus dibuat di Indonesia.

Sektor Pertanian

Hal lain yang juga menjadi perhatian khusus IGJ dari Omnibus Law adalah upaya harmonisasi peraturan perundang-undangan sektor pertanian Indonesia dengan perjanjian WTO, yaitu undang-undang pangan, undang-undang hortikultura, undang-undang perlindungan dan pemberdayaan petani, dan undang-undang sistem budidaya pertanian berkelanjutan.

Empat undang-undang sektor pertanian itu direvisi akibat kekalahan Indonesia dalam sengketa di WTO terhadap Amerika Serikat dan New Zealand terkait dengan kebijakan impor pangan. Kekalahan itu memaksa pemerintah Indonesia untuk merevisi undang-undang yang terkait tersebut. Menurut Rachmi, deregulasi keempat undang-undang ini akan memberikan dampak besar terhadap kedaulatan pangan dan kedaulatan petani.

“Omnibus Law kembali menempatkan produksi pangan nasional ke tangan korporasi. Harusnya DPR dan Pemerintah belajar dari pengalaman Covid19. Krisis pangan ditengah pandemic telah menjadi bukti bagi kita semua bahwa monopoli produksi pangan ditangan korporasi telah gagal menjawab kebutuhan masyarakat. Bahkan, sebaliknya solidaritas produksi pangan oleh masyarakat yang muncul di tengah pandemi menunjukan keberhasilan pangan yang dikelola secara kolektif oleh masyarakat dapat menjawab krisis pangan yang terjadi,” tutup Rachmi.

Tags:

Berita Terkait