Penjaminan Alokasi Gas untuk Smelter Terbentur Peraturan
Berita

Penjaminan Alokasi Gas untuk Smelter Terbentur Peraturan

Kepastian gas merupakan jaminan bagi investor.

KAR
Bacaan 2 Menit
Natsir Mansyur (kiri). Foto: Sgp
Natsir Mansyur (kiri). Foto: Sgp
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk memberi kepastian gas bagi pabrik-pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Menurut Wakil Ketua Kadin, Natsir Mansyur, pasokan gas untuk smelter sangat penting karena akan bermuara pada minat investor.

"Kami mendesak itu, karena kepastian gas merupakan jaminan untuk pembangunan smelter, baik investor nasional maupun asing," tandas Natsir di Jakarta, Kamis (12/6).

Natsir mengatakan bahwa pihaknya mengusulkan kepada pemerintah untuk melakukan satu terobosan. Ia meminta agar pemerintah menyediakan alokasi khusus gas yang akan menjadi pasokan smelter. Menurutnya, sebaiknya alokasi khusus itu bisa masuk ke komponen neraca gas nasional.

“Kadin mengusulkan adanya alokasi khusus gas untuk kebutuhan smelter. Pemerintah seharusnya memasukkan kebutuhan gas dalam neraca gas nasional. Itu demi memberi kepastian pasokan gas,” tambahnya.

Natsir memperkirakan dalam kurun lima tahun investasi pembangunan smelter bisa mencapai sebesar AS$45 miliar. Ia memperhitungkan capaian itu bisa membuat negara menghemat devisa sekitar AS$35 miliar. Menurutnya, penghematan bisa dilakukan karena smelter akan memasok bahan baku dari dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan impor.

"Kita kan banyak mengimpor bahan baku, itu yang selalu menjadi masalah, selalu ribet masalah impor bahan baku untuk industri manufaktur. Kalau smelter dibangun, suplainya kan dari dalam negeri," katanya.

Pemerintah menanggapi desakan tersebut secara positif. Kepala Seksi Penyiapan Program Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM, Ismu, menegaskan bahwa pihaknya akan menjamin pasokan gas untuk smelter.

Hanya saja, Ismu menjelaskan bahwa pemerintah tak dapat memastikan apakah pasokan gas untuk smelter sebagai kategori prioritas. Sebab, ia mengatakan ada peraturan yang mengganjalnya.

Peraturan Menteri ESDM No. 3 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negei, mengatur kategorisasi itu. Permen tersebut telah menetapkan kategori prioritas penggunaan gas. Di dalam peraturan itu ditegaskan bahwa penggunaan gas yang prioritas adalah untuk industri pupuk dan pembangkit listrik.

“Saat ini pemerintah belum bisa memastikan apakah pasokan gas untuk smelter masuk dalam kategori prioritas penggunaan gas. Kebutuhan smelter dalam hal pembangkit listriknya termasuk dalam prioritas tersebut, atau tidak, ini yang perlu dirumuskan lagi,” ujar Ismu.

Sementara itu, Kepala Sub Bagian Komunikasi dan Protokol Bagian Humas SatuanKerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Zudaldi Rafdi, mengatakan pada prinsipnya pasokan gas untuk smelter masih bisa dipenuhi.

Dia menegaskan, prioritas penggunaan gas yang hanya memasukkan industri pupuk dan pembangkit listrik, bukanlah persoalan serius. Menurutnya, alokasi gas untuk smelter tak akan ada masalah.

“Alokasi gas kita masih cukup. Sekarang tinggal bagaimana kebijakan pemerintah saja. Saat ini, hampir separuh dari produksi gas kita masih diekspor. Kalau memang dibutuhkan di domestik, tidak ada masalah,” tutur Zudaldi.

Ia menjabarkan, saat ini kapasitas produksi gas hampir menembus angka 8.000 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sementara itu, kurang dari 60% yang dialokasikan untuk ekspor. Ia menghitung, alokasi gas untuk kebutuhan dalam negeri masih sekitar 4.000 MMSCFD. Selain itu, daya jual ekspor masih cenderung lemah sehingga menyebabkan banyak gas yang belum terjual.

“Dengan demikian, jika terdapat permintaan gas untuk smelter, ia meyakinkan nanti tak ada masalah. Alokasinya masih cukup tersedia. Jika smelter minta, yang untuk ekspor kita turunkan,” ujarnya.

Rafdi merekomendasikan agar investor membangun smelter dekat dengan sumber gas. Alternatif lain, investor bisa membangun smelter dekat dengan sumber mineral. Namun, jika hal ini yang dipilih maka pembangunan infrastruktur gas alam cair harus dikedepankan.

Hanya saja ia meyakinkan, dengan tersedianya penyimpanan dan regasifikasi terapung gas, biaya pengiriman gas tidak akan membebani industri pengguna gas.
Tags:

Berita Terkait