Penjelasan Kemendagri Soal E-KTP bagi Transgender
Berita

Penjelasan Kemendagri Soal E-KTP bagi Transgender

Kemendagri menyatakan dalam E-KTP tidak ada kolom jenis kelamin "Transgender". Sehingga, pencatatan pada E-KTP berdasarkan jenis kelamin aslinya kecuali terdapat perubahan yang ditetapkan pengadilan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Rencana pemerintah melayani penerbitan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) bagi transgender menuai perdebatan publik. Terdapat anggapan penerbitan E-KTP tersebut merupakan bentuk pengakuan negara terhadap jenis kelamin. Namun, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri menjelaskan terdapat kekeliruan pemahaman masyarakat mengenai rencana tersebut.

Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, Prof Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan banyak masyarakat yang perlu mendapatkan pemahaman utuh dengan upaya Ditjen Dukcapil Kemendagri membantu transgender membuat KTP-el dan KK. Dia mengatakan dalam E-KTP tidak ada kolom jenis kelamin "Transgender".  Sehingga, pencatatan pada E-KTP berdasarkan jenis kelamin aslinya kecuali terdapat perubahan yang ditetapkan pengadilan.  

"Kalau dia laki-laki, ya, dicatat sebagai laki-laki, kalau dia perempuan juga dicatat sebagai perempuan. Dicatat sesuai jenis kelamin yang aslinya. Kecuali buat mereka yang sudah ditetapkan oleh pengadilan untuk adanya perubahan jenis kelamin. Dalam kasus yang berbeda, perubahan jenis kelamin seperti yang terjadi dengan Serda TNI AD Aprilio Perkasa Manganang,” jelas Zudan, Minggu (25/4) dalam keterangan persnya.

Dia mencontohkan perubahan jenis kelamin seperti yang terjadi dengan Serda TNI AD Aprilio Perkasa Manganang. Jadi, kata Zudan, bila transgender sudah merekam datanya, pasti tercatat menggunakan nama asli.  "Tidak dikenal nama alias. Misalnya, nama Sujono, ya ditulis Sujono, bukan Sujono alias Jenny. Mau diubah pakai nama panggilan perempuan di KTP-el? Tidak bisa, sebab urusan mengganti nama dan ganti kelamin harus ada putusan dari Pengadilan Negeri terlebih dulu," kata Zudan. (Baca Juga: Perpres 96/2018 Terbit, Ini Persyaratan Pendaftaran Biodata Penduduk dan Penerbitan KK)

Dia menyampaikan Dukcapil memang pro aktif melayani pembuatan E-KTP buat kaum transgender. Dasar hukumnya dalam Undang Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2013 juncto UU 23/ 2006 tentang Administraasi dan Kependudukan bahwa semua penduduk WNI harus didata dan harus punya KTP dan Kartu Keluarga agar bisa mendapatkan pelayanan publik dengan baik, misalnya pelayanan BPJS dan bantuan sosial. 

"Kami melayani kaum transgender sesuai aturan UU Adminduk dengan jenis kelaminnya laki laki dan perempuan. Tidak ada jenis kelamin yang lain. Sesuai apa aslinya kecuali yang sudah ada penetapan pengadilan tentang perubahan jenis kelamin. Dukcapil wajib melayani mereka sebagai bagian dari WNI penduduk di Indonesia. Mereka juga mahluk Tuhan yang wajib kami layani dengan non diskriminasi dan penuh empati," jelas Zudan.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian pun terus mendorong jajaran Ditjen Dukcapil di mana pun untuk selalu proaktif melayani administrasi kependudukan (Adminduk) kepada masyarakat tanpa diskriminasi, termasuk para transgender. Hal tersebut menjadi komitmen Ditjen Dukcapil Kemendagri memudahkan para transgender mendapatkan dokumen kependudukan terutama E-KTP, kartu keluarga dan akta kelahiran.  Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi virtual antara Perkumpulan Suara Kita dengan Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh melalui aplikasi zoom di Jakarta, Jumat (23/4).

"Dukcapil seluruh Indonesia akan membantu teman-teman transgender untuk mendapatkan dokumen kependudukan. Bagi yang sudah merekam data caranya: harus diverifikasi dengan nama asli dulu. Pendataannya tidak harus semua ke Jakarta. Di daerah masing-masing juga bisa dibantu oleh Dinas Dukcapil setempat. Termasuk untuk dibuatkan KTP-el sesuai dengan alamat asalnya," kata Dirjen Zudan.

Menurut Ketua Dewan Pengurus Perkumpulan Suara Kita, Hartoyo, banyak transgender tidak memiliki dokumen kependudukan seperti KTP-el, KK dan akta kelahiran. Kondisi ini mempersulit mereka mengakses layanan publik lain, seperti bidang kesehatan untuk mengurus BPJS Kesehatan, mendapat bantuan sosial dan lainnya

"Kawan-kawan transgender ini masih kerap menemui hambatan ketika mengurus layanan publik terutama terkait administrasi kependudukan. Mungkin karena miskin dan minder, malu, atau hambatan lainnya. Akibatnya mereka sulit mengurus pelayanan publik lain, seperti BPJS-Kes, atau sulit mendapat akses bansos. Padahal banyak di antaranya yang hidup miskin sebagai pengamen dan profesi lainnya," kata Hartoyo menjelaskan.

Sebagai tahap awal pihaknya sudah mengumpulkan data 112 transgender di Jabodetabek yang sama sekali belum memiliki dokumen kependudukan untuk dibantu pengurusannya. Data tersebut mencakup nama asli (bukan nama panggilan), tempat lahir, tanggal lahir, jenis kelamin, nama ibu, dan nama bapak.

Bagi transgender yang pernah terdata dan punya KTP lama, kata Dirjen Zudan, Dukcapil akan melakukan verifikasi data tersebut di database. Buat yang datanya cocok Dukcapil akan mencetakkan KTP-el terbaru untuk mereka. Dirjen Zudan sendiri sudah menunjuk pejabat pelaksana yang akan membantu sepenuhnya mengkoordinasikan para transgender mengurus dokumen kependudukannya dengan mudah.

Terkait surat pindah dan akta kelahiran, Dirjen Zudan menyarankan dapat diurus secara online atau via Whatsapp di Dinas Dukcapil setempat. "Yang penting kita koordinasi agar diberikan kemudahan, data 112 orang sudah terkumpul bisa di WA ke saya," kata Dirjen Zudan.

Dasar Hukum Perubahan Jenis Kelamin

Dalam artikel Klinik Hukum Online “Prosedur Hukum Jika Ingin Berganti Jenis Kelamin” menjelaskan pada dasarnya, di Indonesia sendiri aturan mengenai prosedur pergantian kelamin (transgender) memang belum diatur khusus. Akan tetapi, untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah diterbitkan UU Adminduk.

Adapun yang dimaksud dengan peristiwa penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 17 UU Adminduk.

Nantinya, Pejabat Pencatatan Sipil melakukan pencatatan Peristiwa Penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan (Pasal 1 angka 16 UU Adminduk).

Dari definisi peristiwa penting di atas, memang pergantian jenis kelamin ini tidak termasuk peristiwa penting yang disebut dalam Pasal 1 angka 17 UU Adminduk. Akan tetapi, pergantian jenis kelamin ini dikenal dalam UU Adminduk sebagai “peristiwa penting lainnya”.

Dalam Pasal 56 ayat (1) UU Adminduk diatur bahwa pencatatan peristiwa penting lainnya dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil atas permintaan Penduduk yang bersangkutan setelah adanya penetapan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan yang dimaksud dengan “peristiwa penting lainnya” dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 56 ayat (1) UU Adminduk sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan "Peristiwa Penting lainnya" adalah peristiwa yang ditetapkan oleh pengadilan negeri untuk dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain perubahan jenis kelamin.”

Prubahan jenis kelamin atau transgender perlu didahului dengan penetapan dari pengadilan negeri untuk kemudian dicatatkan pada instansi pelaksana. Adapun yang dimaksud dengan instansi pelaksana adalah pemerintah kabupaten/kota yang bertanggung jawab dan berwenang melaksanakan pelayanan dalam urusan Administrasi Kependudukan (Pasal 1 angka 7 UU Adminduk). Pelaporan perubahan jenis kelamin ini merupakan kewajiban teman Anda yang diatur dalam Pasal 3 UU Adminduk:

“Setiap Penduduk wajib melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialaminya kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.”

Sejalan dengan aturan dalam UU, sebagai contoh prosedur permohonan penetapan pengadilan soal perubahan jenis kelamin ini juga dikatakan dalam artikel Ganti Kelamin Harus Lewat Pengadilan antara lain disebutkan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta menegaskan bahwa perubahan status jenis kelamin dalam akta kelahiran harus didasarkan pada penetapan pengadilan. Penetapan itu juga harus didasarkan pada keterangan para ahli dan tidak bisa sembarangan.

Sebagai tindak lanjut dari aturan dalam UU Adminduk telah diterbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (“Perpres 25/2008”). Serupa dengan aturan dalam Pasal 56 ayat (1) UU Adminduk tentang pencatatan peristiwa penting lainnya, dalam Pasal 97 ayat (2) Perpres 25/2008 ini juga disebut bahwa peristiwa penting lainnya yang dimaksud antara lain adalah perubahan jenis kelamin.

Tags:

Berita Terkait