Penjual Vaksin Ilegal Bisa Dijerat Korupsi dalam Keadaan Tertentu
Terbaru

Penjual Vaksin Ilegal Bisa Dijerat Korupsi dalam Keadaan Tertentu

Penegak hukum semestinya berani menjerat dengan rumusan Pasal 2 UU Pemberantasan Tipikor.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi vaksin Covid-19
Ilustrasi vaksin Covid-19

Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Pribahasa itu boleh jadi layak disematkan bagi pelaku penjual vaksin Covid-19 secara ilegal yang dilakukan 4 tersangka terdiri 3 orang aparatur sipil negara (ASN) dan 1 orang swasta di Medan Sumatera Utara. Insiden itu menambah daftar buruknya pelaku kejahatan di tengah situasi wabah penyakit. Pelakunya dapat dijerat dengan UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti, Azmi Syahputra menilai pelaku penjual vaksin Covid-19 secara ilegal amat keterlaluan. Meraup keuntungan di tengah wabah penyakit sangat tak dibenarkan. Vaksin yang semestinya diberikan gratis malah diharusnya masyarakat membayar dengan lima lembar uang Rp50 ribuan. Keuntungan yang diraup para pelaku pun boleh jadi ratusan juta.

Dia menilai pelaku tak hanya dapat dikenakan dengan ancaman pidana korupsi sebagai pelaku suap dan penerima suap. Namun karakteristik kejahatan yang dilakukan para pelaku semestinya dapat diketegorikan dalam keadaan tertentu. Sebagaimana dalam rumusan Pasal 2 UU 31/1999.  Pasal 2 ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

Sedangkan Pasal 2 ayat (2) menyebutkan “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan”. Nah situasi pandemi Covid-19 masuk dalam kategori “dalam keadaan tertentu”.  Karenanya, kata Azmi, pelaku telah melakukan kejahatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara. “Semestinya bagi pelaku diancam hukuman mati,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Hukumonline, Senin (24/5/2021).

Azmi berpendapat kejahatan yang dilakukan dengan sengaja dan sistemik menjual vaksin Covid-19 hingga ke Jakarta. Karenanya, aparat penegak hukum harus memberikan ancaman hukuman maksimal sesuai asas criminal morte extinguntur. Yakni kejahatan yang telah sistemik dapat dimusnahkan dengan hukuman mati. “Hukuman mati sangat relevan dan sanksi ini diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor,” ujarnya.

Pria yang juga menjabat Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) itu menilai para penegak hukum tepat bila menerapkan Pasal 2 ayat (1-2) UU 31/1999 bagi penyelenggara negara yang kedapatan terbukti korup di tengah situasi bencana Covid-19. Apalagi situasi bencana Covid-19 masuk dikategorikan “keadaan tertentu”. Karenanya pidana mati menjadi ancaman yang tepat bagi penyelenggara negara yang melakukan korupsi.

Menurutnya, ulah oknum penyelenggara negara yang korup menjadi preseden buruk bagi tim kesehatan yang sedang bekerja maksimal melawan Covid-19. Pemerintah sedang berusaha semaksimal mungkin berupaya menghadapi krisis ini, justru perilaku aparatur mencoreng muka sendiri dengan melakukan korupsi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait