Penyebab RUU Masyarakat Hukum Adat Mangkrak di DPR
Terbaru

Penyebab RUU Masyarakat Hukum Adat Mangkrak di DPR

Ada kekhawatiran RUU MHA akan menghambat pembangunan dan kegiatan bisnis korporasi besar. Karena itu, meski RUU Masyarakat Hukum Adat sudah diselesaikan Baleg DPR sejak 4 September 2020, tapi tidak pernah diparipurnakan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Bila RUU MHA disahkan di paripurna sebagai RUU inisiatif DPR, Willy berharap setelah itu agar langsung dikembalikan ke Baleg untuk segera dibahas. Bahkan Willy mengaku telah menjalin komunikasi dengan Menteri Dalam Negeri terkait RUU MHA.

Pentingnya UU MHA

Deputi II Sekjen Urusan Politik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi mengatakan kebijakan pemerintah terhadap MHA selama ini lebih mengarah pada penundukan. Kebijakan ini dilegitimasi oleh hukum dan tindakan birokrasi termasuk masyarakat luas seperti rasis, diskriminatif, mengeksklusi, pembatasan, stereotipe negatif, dan stigma terhadap MHA.

UUD RI 1945 mengakui keberadaan MHA, tapi juga membatasi. Pembatasan yang diatur konstitusi untuk MHA sifatnya politik, sosiologis, dan hukum. Batasan yang sifatnya politik seperti soal frasa yang menyebut “sesuai dengan kepentingan NKRI,” yang tafsirnya bisa bermacam-macam. Begitu juga dengan pembatasan sosiologis yang ada dalam frasa “sesuai dengan perkembangan masyarakat.” Terakhir, pembatasan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Erasmus memaparkan sedikitnya 3 hal pentingnya UU MHA. Pertama, pengakuan masyarakat adat sebagai subjek hukum adalah prasyarat dari pengakuan hak tradisional atau hak asal-usul masyarakat adat. Kedua, terkait hak atas wilayah adat, pengakuan masyarakat adat sebagai subjek hukum yang selanjutnya diikuti pengakuan hak sekaligus menandakan berakhirnya penguasaan negara (atas hutan adat, red) sebagaimana amanat putusan MK.

Ketiga, pengakuan hak atas wilayah adat dilakukan oleh menteri, tapi ada sejumlah pembatasan, misalnya penguasaan pihak ketiga. Artinya, tanah ulayat ataupun hutan adat yang telah diberikan izin oleh negara (menteri) kepada pihak ketiga dikecualikan dari objek pengakuan hak. Meskipun ada batasan, tapi akhirnya hutan adat yang dikuasai pihak ketiga diakui sebagai hutan adat.

Menurutnya, UU MHA diharapkan dapat menertibkan beragam aturan yang selama ini mengatur MHA secara parsial dan terjadi tumpang tindih. “UU MHA diharapkan jadi instrumen satu-satunya prosedur pengakuan dan batasan yang dibolehkan dalam mengakui MHA,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait