Peradi Beri Masukan terhadap RUU Hukum Acara Perdata ke DPR
Pojok PERADI

Peradi Beri Masukan terhadap RUU Hukum Acara Perdata ke DPR

Peradi diundang untuk memberikan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata kepada Komisi III DPR.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit

 

“Kami sarankan pengosongan dilakukan sebelum lelang agar objek yang dibeli clear, sehingga minat masyarakat meningkat,” Rivai menambahkan.

 

Hukumonline.com

Perwakilan Peradi dalam RDPU. Foto: istimewa. 

 

Ketiga, masukan untuk mengurangi tahapan upaya hukum, tidak seperti sekarang hingga empat tahap. Masyarakat lelah menunggu sengketa selesai dan berdampak pada biaya dan waktu. Banyak negara hanya mengenal satu kali upaya hukum; dan sebenarnya Indonesia sudah mengadopsinya dalam perkara PHI, kepailitan, HAKI, dan pembatalan KTUN lokal. Alasan Peninjauan Kembali (PK) juga disarankan untuk dibatasi karena novum dan pertentangan antarputusan.

 

Keempat, eksekusi sebaiknya dilakukan tanpa delegasi melalui PN lain. Selain lama dan rumit, jika terdapat perlawanan akan ditangani PN delegasi, sedang berkas perkara pokok berada di PN pemutus. Perubahan sistem eksekusi ini diharapkan dapat menaikan indeks EDB Indonesia.

 

“Kelima, e-court belum diakomodasi RUU ini dan model panggilan dengan penempelan pada papan pengumuman PN dan kantor bupati dapat digantikan dengan penayangan pada website PN,” katanya.

 

Atas masukan ini, Komisi III DPR termasuk para wakil dari fraksi-fraksi partai politik menyampaikan apresiasi dan meminta DPN Peradi yang dikomandani Ketua umum Prof. Dr. Otto Hasibuan S.H., M.M. terus mengikuti proses dan memberikan masukan dalam pembahasan RUU Hukum Acara Perdata. Ini salah satunya disampaikan oleh Anggota Komisi III dari Fraksi PDI-Perjuangan, I Wayan ‎Sudirta.

 

“Peradi menyambut baik tawaran pihak DPR karena stakeholder utama RUU Hukum Acara Perdata adalah advokat dan hakim, sehingga Peradi berkepentingan memajukan hukum acara perdata ini,” Rivai menjelaskan. 

 

Terlebih, lanjut dia, Undang-Undang Kitab Hukum Acara Perdata yang berlaku saat ini merupakan warisan kolonial. Menurutnya, sudah saatnya Indonesia memiliki undang-undang karya anak bangsa yang modern, mewujudkan fair trial, dan menjawab tantangan masa depan.

Tags: