Peradi Bersatu Kandas Lagi, Quo Vadis?
Utama

Peradi Bersatu Kandas Lagi, Quo Vadis?

Tidak dapat diprediksi sama sekali. Ketiga kubu tampaknya saling balik badan.

Oleh:
Normand Edwin Elnizar
Bacaan 4 Menit

Alternatif kedua sepakat dengan Munas Luar Biasa dengan sistem baru one man one vote. “Tapi tim saya bilang syaratnya Pak Otto nggak boleh mencalonkan diri. Kalau begitu nggak fair dong, hak orang dilanggar,” kata Otto lagi. Pihaknya mengaku sebenarnya bersedia mengalah untuk usul sistem baru one man one vote. Cara itu berbeda dari yang tertulis di anggaran dasar Peradi kepemimpinannya saat ini yang memilih Ketua dengan perwakilan.

Luhut menjelaskan bahwa menyatukan Peradi yang telanjur pecah tiga kubu harus bertahap. Itu sebabnya ia mengusulkan fokus lebih dulu pada aspek menjaga standar profesi lewat satu Dewan Kehormatan Pusat. “Bentuk organisasi yang tidak memuaskan semuanya ternyata menimbulkan perpecahan. Kepengurusan menyatu kan tidak semudah membalik tangan, selalu mencari konsep,” katanya.

Luhut merujuk Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) dan Peradin (Persatuan Advokat Indonesia) yang juga terpecah dalam sejarah oraganisasi profesi advokat. “Artinya masih cari bentuk yang pas dan efektif,” Luhut menambahkan.

Bagi Luhut, separuh masalah Peradi bisa selesai dengan penyatuan Dewan Kehormatan Pusat. Secara bertahap standar profesi advokat Peradi akan meningkat diikuti kesolidan Peradi. “Kita harusnya melangkah maju, tapi mereka maunya Munas saja berdasarkan anggaran dasar yang lama, dianggap tidak relevan kalau bicara kode etik, ya sudah selesai bubar,” Luhut menegaskan pendapatnya.

Juniver Girsang menjelaskan ada empat hal yang pada awalnya ia harap bisa disepakati ketiga kubu Peradi. Pertama adalah Munas bersama. Selanjutnya, Ketua Umum tiap kubu dan yang pernah menjadi Ketua tidak boleh mencalonkan diri lagi. Ketiga, siapapun yang terpilih harus didukung penuh oleh ketiga Peradi. Keempat, sistemnya one person one vote agar terbuka sosok siapa yang dikehendaki anggota. “Agar tidak ada lagi yang selama ini terjadi di Peradi soal kepentingan golongan, kepentingan organisasi lama, kepentingan senioritas,” ujarnya.

Juniver berharap rekan-rekannya sesama senior mengembalikan orientasi Peradi sebagai wadah pengabdian. Berbagai kepentingan selain pengabdian agar disingkirkan sehingga membuka jalan regenerasi yang sehat. “Saya berharap regenerasi yang riil, kami orang-orang tua sudah cukup jadi penasehat, memberi support, saya siap regenerasi, terdepan meminta regenerasi, karena sumber konflik itu para senior ini,” katanya.

“Peradi yang orangnya pintar-pintar mestinya bisa mengatur diri, yang katanya profesi terhormat, kalau tidak bisa malah jadi egois,” Juniver menambahkan. Ia mengaku enggan dengan pola organisasi lama yang cenderung menghambat Peradi berkembang sebagai organisasi profesional. Sistem pemilihan oleh perwakilan yang tidak cukup demokratis melanggengkan lingkaran terdekat di sekitar Ketua yang menjabat.

Ketika ditanya apakah harapan bersatu sudah kandas total, ketiganya menjawab agak berbeda. “Tinggal lapor Menkopolhukam, semua merasa ada vested interest, jadi melihat ke belakang bukan ke depan agar profesi ini baik,” kata Luhut. Ia terlihat tidak optimis lagi dengan janji bersatu yang dibuat awal tahun ini.

“Setelah saya pelantikan tanggal 15 Januari 2021 akan coba dilihat lagi. Saya masih berharap masih bisa diselesaikan lah. Belum final, belum lapor Menkopolhukam,” Otto memberikan jawabannya.

Terakhir, Juniver meminta didoakan secara khusus untuk para senior. “Doakan deh para senior sadar, bergandengan tangan, mengubah pemikiran destruktif, bersatu, menjadi solid, itu yang saya harap terjadi di tahun 2021,” katanya. Juniver mengaku sudah menyiapkan laporan untuk Menkopolhukam di awal tahun 2021 untuk menghargai upayanya. “Ternyata perlu upaya lebih serius lagi dari advokat Indonesia,” Juniver menambahkan.

Tags:

Berita Terkait