Peradi Otto Ajak Munas Bersama, Begini Respons Juniver-Luhut
Utama

Peradi Otto Ajak Munas Bersama, Begini Respons Juniver-Luhut

Juniver belum mau berkomentar karena belum menerima suratnya. Luhut berharap jika tujuannya ingin rekonsiliasi/bersatu sebaiknya tidak usah mengajukan banyak persyaratan.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit

Luhut meyayangkan surat DPN Peradi itu sudah beredar di publik sebelum diterima Peradi RBA. “Ya sudah tahu dan beredar di publik dan wartawan sebelum saya terima. Di Peradi RBA surat itu diterima hampir jam 18.00 WIB, tapi sudah beredar ramai sebelumnya di publik. Dugaan saya tujuan materilnya ke publik/wartawan, secara formil ke saya dan Juniver,” kata Luhut.

Dia mengungkapkan usul Munas Bersama pernah ditawarkan saat bersengketa di pengadilan, DPN Peradi menolak. “Juga ketika Tim 9 berunding dibilang juga No. Bahkan ketika Tim 9 sudah sepakat kode etik bersama, tapi tiba-tiba suruh lapor tidak setuju. Sekarang ujug-ujug bikin usulan dan lebih dulu disebarluaskan ke publik. Nampaknya surat itu supaya mengesankan dia mau damai, tapi yang lain tidak. Jadi, nampaknya yang diharapkan opini daripada kesepakatan bersama.”

“Tapi, dengan surat itu akhirnya dia setuju juga untuk Munas Bersama. Memang lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” sindir Luhut. (Baca Juga: Peradi Bersatu Kandas Lagi, Quo Vadis?)  

Dia berharap jika tujuannya rekonsiliasi sebaiknya tidak usah mengajukan banyak persyaratan. Apalagi pendapatnya yang belum tentu benar tentang konsep single bar. Bila tujuannya untuk kebaikan profesi advokat, maka perlu disampaikan semua pengurus di masa konflik tidak eligible (berhak, red) lagi untuk menjadi pengurus. “Jadi tidak saja para ketum tidak boleh mencalonkan, tapi juga pengurus semasa konflik. Semua seharusnya diserahkan kepada yang baru,” usulnya.

Menurutnya, bersatu itu tidak harus kewenangan yang disatukan, tapi bisa standar profesi yang disatukan. Sebab, kewenangan yang tunggal (terpusat, red) selalu cenderung korupsi, apalagi yang sifatnya absolut. Dalam berbagai kesempatan, dirinya selalu mengatakan apakah single atau multi bar sebenarnya isu utamanya bukan itu.

Baginya, selama beberapa organisasi advokat yang ada saat ini di Indonesia sepakat dengan “satu standar profesi yang tunggal”, apapun pilihannya tidak akan masalah di kemudian hari. “Berbagai usaha dilakukan untuk membicarakannya termasuk dengan bantuan Menkopolhukam dan Menkumkam ternyata hasilnya tidak ada kesepakatan,” kata Luhut.  

Sementara ada organisasi advokat yang selalu mengarahkan single bar pada kekuasaan yang tunggal. Padahal sebagaimana diketahui usaha dan mempertahankan konsep seperti ini telah menjadi penyebab selalu terjadinya perbedaan pendapat diantara advokat dan berakhir perpecahan, seperti dialami Peradin, Ikadin, Peradi. “Semua organisasi advokat itu merupakan (hasil, red) penyatuan karena perpecahan sebelumnya. Sekarang perpecahan itu terjadi lagi karena pemusatan kekuasaan itu.”

Tags:

Berita Terkait