Perizinan Pekerja Migran Harusnya Satu Atap
Berita

Perizinan Pekerja Migran Harusnya Satu Atap

Untuk memudahkan penyelenggaraan perlindungan dan penempatan pekerja migran.

ADY
Bacaan 2 Menit

Namun, ketiga lembaga itu dalam melaksanakan tugasnya menyelesaikan persoalan yang dihadapi pekerja migran cenderung kurang responsif. Misalnya, ketika PJTKI tidak memenuhi kewajibannya kepada pekerja migran, maka BNP2TKI hanya dapat memanggil PJTKI yang bersangkutan tanpa menjatuhkan sanksi tegas.

Menurut Ummi, paling banter BNP2TKI hanya memberikan sanksi berupa pelarangan PJTKI yang bersangkutan untuk mengirim pekerja migran. Untuk selanjutnya penyelesaian kasus itu dilempar ke Kemenakertrans. Mengacu hal itu Ummi berpendapat persoalan kelembagaan antara Kemenakertrans dan BNP2TKI yang terjadi selama ini belum terselesaikan dengan baik. “Mereka (BNP2TKI,-red) lempar masalah itu ke Kemenakertrans. Jadi dualisme antara pengawasan dan teknis itu belum kelar,” ujarnya.

Sebagaimana Nisa, Ummi juga menyoroti lemahnya koordinasi antara ketiga lembaga pemerintahan yang mengurusi pekerja migran itu. Misalnya, ketika terjadi kasus di negara penempatan, Kemlu menyurati Kemenakertrans dan BNP2TKI. Namun, setelah itu tindak lanjutnya mandeg karena Kemenakertrans dan BNP2TKI mengaku belum menerima surat yang dilayangkan Kemlu atas kasus yang menimpa pekerja migran di negara penempatan. “Koordinasi mereka tidak jelas,” tukasnya.

Pelayanan Untuk TKI
Sebelumnya, Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengatakan dalam memberi pelayanan terhadap pekerja migran, terutama di negara penempatan, pemerintah memegang prinsip pelayanan cepat, murah dan aman. Misalnya, dalam pengurusan dokumen ketenagakerjaan bagi pekerja migran di Arab Saudi dalam program perbaikan status ketenagakerjaan atau dikenal dengan program amnesti. Muhaimin menegaskan pihak Kemenakertrans dan Kemlu tetap kompak dan terus berkoordinasi dalam menangani masalah tersebut.

Dalam menetapkan pelayanan untuk program amnesti di Arab Saudi Muhaimin mengatakan pemerintah menggunakan dua jalur resmi. Pertama, pelayanan teknis dilakukan lewat KJRI dan KBRI. Kedua, pekerja migran bisa lewat jalur perwakilan luar negeri (Perwalu) jika dibutuhkan pelayanan swasta dalam penempatan kembali ke Arab Saudi.

“Kedua jalur pelayanan amnesti itu harus berjalan secara sinergis dan pararel. Jadi pihak manapun tidak boleh memaksakan jalur lewat perwalu saja, misalnya, karena prinsip yang dilakukan dalam pelayanan adalah cepat, murah dan aman,” kata Muhaimin dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Selasa (17/9).

Selain berkoordinasi dengan Kemlu, Muhaimin mengatakan pemerintah Indonesia juga melakukan pendekatan kepada pemerintah Arab Saudi. Dengan begitu diharapkan dapat mempermudah pengurusan kelengkapan data imigrasi dan dokumen kerja bagi pekerja migran yang ingin bekerja kembali ke Arab Saudi. Kemudahan itu diantaranya dalam memperoleh pengguna jasa pekerja migran yang lengkap datanya untuk kelancaran pengurusan perjanjian kerja.

“Kita tetap optimis bisa menyelesaikan masalah ini. Kita pun terus berkoordinasi dengan pihak imigrasi Arab Saudi untuk bersama-sama mencari solusi dan mendapatkan kemudahan pengurusan ijin kerja bagi para TKI ,” pungkas Muhaimin.

Tags: