Perjanjian Pra Nikah: Solusi Untuk Semua?
Berita

Perjanjian Pra Nikah: Solusi Untuk Semua?

Tidak banyak orang yang bersedia menandatangani perjanjian pra nikah. Selama ini perjanjian pra nikah dianggap hanya untuk memisahkan atau mencampurkan harta suami istri. Akibatnya pihak yang mengusulkan dinilai masyarakat sebagai orang yang ‘pelit'.

CR-2
Bacaan 2 Menit

 

Padahal, lanjut ia, perjanjian pra nikah menjadi hak kedua belah pihak. Dengan demikian, bukan hanya perempuan saja yang menentukan persyaratan tapi laki-laki juga bisa menentukan. Jika dibicarakan dan disetujui kedua belah pihak, maka itu menjadi sah-sah saja untuk dilakukan, kata Leli.

 

Kewarganegaraan

Anggota Komisi I DPR Slamet Effendi Yusuf menilai sebaiknya wanita Indonesia meneken perjanjian pra nikah sebelum melakukan pernikahan dengan pria WNA. Isi dari perjanjian pra nikah itu antara lain bisa berisi perjanjian bahwa anak yang nantinya dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan ibu.

 

Ini bisa dilakukan dengan pertimbangan pekerjaan ibu di Indonesia, sehingga akan lebih memudahkan jika anak ikut kewarganegaraan ibu. Konsekuensinya adalah anak tidak bisa menikmati keuntungan menjadi warganegara negara asal ayahnya. Tapi semua ada risiko, kata Slamet dalam diskusi yang diadakan Alida Centre bertema Hubungan Hukum yang Bermartabat bagi Pasangan Nikah WNI-WNA di Hotel Gran Melia, Jakarta, Sabtu (22/10).

 

Jika pernikahan sudah terjadi dan tidak ada perjanjian pra nikah, Slamet menyarankan agar pasangan tersebut mengajukan permohonan ke pengadilan agar anaknya ditetapkan sebagai WNI. Namun, lanjut Slamet, perjanjian ini tidak akan berarti jika anak lahir di negara yang menganut ius soli seperti Amerika Serikat.

 

Selama ini berlaku ketentuan: anak yang lahir dari hasil perkawinan campuran mengikuti kewarganegaraan pihak ayah. Akibatnya, karena status anak adalah WNA, kelahiran anak harus dilaporkan ke kantor imigrasi untuk memperoleh surat lapor lahir (SLL) yang harus dilakukan dalam waktu 14 hari setelah kelahiran. Apabila terlambat akan dikenakan denda sebesar AS$20 per hari.

 

Setelah itu, anak harus didaftarkan ke kedutaan besar negara ayahnya untuk memperoleh paspor. Kemudian anak harus kembali dilaporkan ke imigrasi untuk mengajukan izin tinggal terbatas (Itas) dalam jangka waktu 60 hari sejak anak lahir. Jika terlambat, akan dikenakan denda sebesar AS$20 per hari. Anak juga harus dilaporkan untuk memperoleh Surat Tanda Melapor Diri (STMD).

 

Total proses tersebut (akte lahir, SLL, paspor, Itas dan STMD) membutuhkan biaya yang cukup besar, sekitar Rp5,5 juta per anak. Peraturan ini dinilai tidak mempertimbangkan bahwa perkawinan campuran juga terjadi di kota kecil yang penduduknya miskin dan pendidikan rendah.

Tags: