Perkara Konsumen Sebaiknya Diselesaikan di Luar Pengadilan
Berita

Perkara Konsumen Sebaiknya Diselesaikan di Luar Pengadilan

Dari 1.348 kasus yang masuk BPSK, hanya belasan yang sampai ke tingkat kasasi.

FNH/Mys
Bacaan 2 Menit
Perkara Konsumen Sebaiknya Diselesaikan di Luar Pengadilan
Hukumonline

Konsumen adalah raja. Adagium itu perlu ditekankan pelaku usaha ketika menangani keluhan atau pengaduan konsumen. Sebab, jika salah menangani sejak awal, keluhan konsumen itu bisa bermuara pada kasus hukum (legal case) atau sengketa. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan maupun forum penyelesaian di luar pengadilan.

Direktur Perberdayaan Konsumen Ditjen Standarisasi dan Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, berpendapat penyelesaian melalui forum di luar pengadilan lebih efektif dan banyak dipilih ketimbang langsung ke pengadilan. Forum yang tersedia antara lain Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Mediasi Perbankan, dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia. “Penyelesaian di luar pengadilan lebih cepat, murah dan prosesnya sederhana,” kata Srie saat tampil sebagai pembicara dalam seminar “Memahami Jurus-Jurus Efektif dan Terukur dalam Menghadapi Gugatan Konsumen” di Jakarta, Rabu (29/2).

Bisa jadi, saat terjadi sengketa produsen dan konsumen juga lebih memilih mekanisme out of court settlement ketimbang pengadilan karena banyak pertimbangan. Srie menyodorkan angka. Sejak Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku tercatat 1.348 kasus yang mauk melalui BPSK, 823 melalui LPKSM, dan 456 kasus melalui pelayanan Direktorat Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan. Dari jumlah yang masuk BPSK saja, tak banyak perkara yang berlanjut hingga kasasi. “Hanya 15 sampai 17 kasus,” ujarnya.

Data lain membuktikan sinyalemen Srie. Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2010 mencatat hanya 6 perkara putusan BPSK yang masuk MA dalam lingkup perdata khusus. Itu setara dengan 0,48 persen dari total 1.253 perkara perdata khusus yang ditangani Mahkamah Agung sepanjang tahun berjalan.

Data yang masuk kasasi, diakui Srie, mungkin saja bertambah. Tetapi penyelesaian di luar pengadilan lebih efektif karena kedua belah pihak bisa membuat kesepakatan yang menguntungkan. Advokat yang menangani perkara konsumen David M.L Tobing menyepakati pandangan Srie. Selain biaya murah, proses cepat dan sederhana, penyelesaian di luar pengadilan bisa menghasilkan win-win solution. Tak kalah penting, “mengurangi dampak pemberitaan”.

Penyelesaian lewat mediator menjadi penting jika out of court settlement yang dipilih. Kementerian Perdagangan mencatat sejumlah kasus yang selesai di tangan mediator perlindungan konsumen. Misalnya, kasus kartu kredit antara Oktarina dengan bank plat merah. Kasus ini selesai di tingkat mediasi, dimana bank membayar ganti rugi kepada konsumen.

Sebenarnya, lanjut Sri, sengketa konsumen tak perlu terjadi jika pelaku usaha melaksanakan kewajiban sesuai parameter yang dimaksudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Enam parameter yang penting diingat menyangkut label, standar nasional Indonesia, cara menjual, iklan atau promosi, klausula baku, serta garansi dan buku manual berbahasa Indonesia.

Tags: