Perkembangan Bantuan Hukum dan Tanggungjawab Negara
Uli Parulian Sihombing*

Perkembangan Bantuan Hukum dan Tanggungjawab Negara

James Gordley dan Mauro Cappeleti (1975) mencatat bahwa bantuan hukum lahir dari sikap kedermawanan sekelompok elit gereja terhadap pengikut-pengikutnya. Konsep bantuan hukum tersebut membangun suatu pola hubungan klien dan patron, di mana pemberian bantuan hukum lebih banyak tergantung kepada kepentingan patron yaitu patron ingin melindungi kliennya.

Bacaan 2 Menit

 

Konsep bantuan hukum struktural lahir sebagai konsekwensi dari pemahaman kita terhadap hukum. Realitas yang kita hadapi adalah adalah produk dari proses-proses sosial yang terjadi di atas pola hubungan tertentu di antara infrastruktur masyarakat yang ada. Hukum sebenarnya merupakan superstruktur yang selalu berubah dan merupakan hasil interaksi antar infrastruktur masyarakat.  Oleh karena itu,  selama pola hubungan antar infrastruktur menunjukan gejala yang timpang maka hal tersebut akan mempersulit terwujudnya hukum yang adil (Adnan Buyung Nasution:1981).

 

Dengan demikian aktivitas bantuan hukum merupakan rangkaian program melalui jalur hukum dan non-hukum  yang diarahkan bagi perubahan pada hubungan yang menjadi dasar kehidupan social menuju pola hubungan yang lebih sejajar. Dalam pembelaan masyarakat, konsep bantuan hukum struktural tidak hanya ditujukan terhadap kasus-kasus individual, akan tetapi juga diprioritaskan terhadap kasus-kasus kolektif.

         

Konsep bantuan hukum struktural yang kemudian mengilhami kerja-kerja kantor-kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di seluruh Indonesia. Sudah jelas bahwa kerja-kerja bantuan hukum struktural lebih ditujukan kepada masyarakat miskin yang buta hukum dan tidak mampu secara ekonomi, dan bukan ditujukan terhadap masyarakat yang sudah memahami hukum dan mempunyai kapasitas ekonomi yang cukup. Sehingga tidak perlu lagi ada pertanyaan, apakah seorang artis terkenal atau kelas menengah yang mempunyai kapasitas ekonomi dan intelektual yang cukup harus diberikan bantuan hukum oleh LBH ?

 

Bantuan Hukum Dan Tanggungjawab  Negara

Antara bantuan hukum dan negara mempunyai hubungan yang erat, apabila bantuan hukum dipahami sebagai hak maka dipihak lain negara mempunyai kewajiban untuk pemenuhan hak tersebut. Pasal 14 Kovenan Hak Sipil Dan Politik Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas jaminan bantuan hukum jika kepentingan keadilan menghendaki demikian. Untuk pemenuhan hak tersebut, menurut pertimbangan  Kovenan PBB tadi mewajibkan negara untuk memajukan penghormatan universal dan ketaatan terhadap HAM dan kebebasan. Kewajiban tersebut antara lain berupa kewajiban untuk menghormati (to respect), kewajiban untuk memenuhi (to fulfill),dan kewajiban untuk melindungi (to protect). Kewajiban tersebut termasuk kewajiban untuk melindungi, memenuhi dan menghormati hak atas bantuan hukum.

 

Atas dasar argument tersebut, sudah jelas negara mempunyai kewajiban dan --yang paling penting adalah --implementasi dari kewajiban tersebut. Tidak ada jaminan hukum untuk mewajibakan negara untuk menghormati,melindungi dan memenuhi hak atas bantuan hukum terhadap masyarakat. Padahal tersebut merupakan suatu yang penting untuk menjamin akses masyarakat terhadap keadilan (acces to justice).  Sayang, UU No.4 Tahun 2004 dan KUHAP tidak secara tegas atau nyata-nyata menyebutkan negara mempunyai tanggungjawab untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak atas bantuan hukum.

 

Akses masyarakat untuk mendapatkan keadilan akan terhambat, apabila negara mengabaikan tanggungjawabnya untuk memenuhi,menghormati dan melindungi hak atas bantuan hukum. Bantuan hukum tidak boleh dipahami sebagai sebuah program pemerintah  untuk meraih simpati masyarakat miskin, tetapi harus betul-betul dipahami sebagai suatu hak disatu pihak dan kewajiban dipihak lain. Jaminan hukum hak atas  bantuan hukum merupakan suatu yang urgent, jaminan hukum tersebut memang idealnya setingkat dengan UU bukan Peraturan Pemerintah (PP) seperti yang akan direncanakan selama ini.

 

Uli Parulian Sihombing, Direktur LBH Jakarta/Alumni FH Univ. Jenderal Sudirman dan Faculty Of Political Sciences  Chulalongkorn University Bangkok Thailand

Tags: