RUU Jabatan Hakim tengah gencar didorong oleh kalangan hakim agar segera dibahas dan disahkan oleh DPR dan pemerintah. Tidak hanya kalangan hakim, Komisi Yudisial (KY) pun menyiratkan dukungan agar RUU Jabatan Hakim segera terbentuk.
Dalam rangka itu, KY bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (FH Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan menggelar Seminar Uji Publik RUU Jabatan Hakim “Sistem Perlindungan dan Pemberhentian Hakim”, Sabtu (26/9) di Ruang Promosi Doktor Prof. Dr. A Zainal Abidin, Kampus FH Unhas.
Dekan FH Unhas, Prof Farida Pattitingi mengatakan acara uji publik dimaksudkan untuk memberi masukan dalam rangka penyempurnaan RUU Jabatan Hakim. Harapannya, kata Prof Farida, RUU Jabatan Hakim ketika menjadi undang-undang akan menjadi pedoman dan dasar hukum yang kuat dalam pelaksanaan jabatan hakim.
“Sehingga apa yang kita harapkan untuk melahirkan hakim yang betul-betul punya independensi, punya kemandirian, kemerdekaan, dan tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang lain,” ucap Prof Farida Pattitingi saat memberikan sambutan.
Terdapat sejumlah aspek yang diatur dalam RUU Jabatan Hakim, salah satunya terkait perlindungan hakim. Ketua KY, Suparman Marzuki mengatakan perlindungan hakim seharusnya tidak hanya dimaknai perlindungan fisik saja. Menurut dia, perlindungan juga harus mencakup perlindungan profesi.
“Konsep perlindungan yang digagas KY mengenai perlindungan hakim adalah perlindungan dalam kerangka hakim sebagai profesi mulia dan terhormat. Jadi, bukan sekadar perlindungan fisik (personal), tetapi jauh lebih mendasar, yaitu perlindungan terhadap profesi,” jelas Suparman.
Terkait perlindungan hakim, Prof Farida berpendapat konsepnya harus diperjelas dalam RUU Jabatan Hakim. Tidak hanya konsep, menurut Prof Farida, mekanismenya pun harus diperjelas.