Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi
Heru Susetyo(*)

Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi

"I had what I would consider some moral compass issues that I was dealing with in terms of what principle do I need...is my guiding principle here?

Bacaan 2 Menit
Perlindungan Terhadap Saksi Perkara Korupsi
Hukumonline

 

Kemudian, nasib para saksi pelapor korupsi (lazim disebut witness ataupun whistleblower) pada kasus-kasus sebelumnya juga tak begitu indah. Alih-alih disebut pahlawan, mereka malah mengalami kekerasan fisik hingga digugat balik atas dasar pencemaran nama baik. Khairiansyah juga terancam diadukan balik atas tuduhan pencemaran nama baik (Kompas, 18/4).

 

Apakah Khairiansyah dan Khairiansyah-Khairiansyah berikutnya'  akan juga mengalami situasi tidak nyaman ini?  Bagaimana sebenarnya mekanisme perlindungan terhadap saksi pelapor dalam perkara korupsi?

 

Nasib Pelapor

Nasib para pelapor kasus korupsi di negeri ini ternyata kerap tidak lebih baik dari orang-orang yang mereka laporkan. Misalnya, harian Republika edisi 16 Maret 2005 menyuguhkan data 11 saksi dan pelapor kasus korupsi yang malah balik diadukan dengan pasal pencemaran nama baik (sumber ICW).  Di antaranya adalah  kasus Endin Wahyudin pada 2001 yang melaporkan dugaan suap yang melibatkan hakim agung Marnis Kahar dan Supraptini Sutarto serta mantan hakim agung Yahya Harahap. 

 

Kasus Endin ketika itu sempat menghebohkan jagat hukum negeri ini dan semakin menggesa perlunya UU tentang Perlindungan Saksi. Kemudian di Flores Timur ada kasus Romo  F Amanue pada 2003 yang diadukan karena melaporkan sejumlah dugaan korupsi di Flores Timur yang melibatkan Bupati Felix Fernandez.  Ada pula kasus Hermawan (LBH Jakarta) dan Arif Nur Alam (FITRA), 2004 yang diadukan karena mengungkap dugaan korupsi di KPU senilai Rp 600 miliar.

 

Selain diadukan balik,  kekerasan fisik kerap pula menyertai para saksi pelapor tersebut.  Majalah Tempo edisi 17 April 2005 mengisahkan penganiayaan terhadap Lendo Novo, staf ahli Menteri Negara  BUMN pada Kamis malam 7 April 2005.  Ketika itu, saat  Lendo membawa berkas-berkas kasus korupsi yang diungkap kementeriannya, sekitar 10 orang tak dikenal menganiayanya di kawasan jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.  Ada dugaan, peristiwa ini terkait dengan penghilangan data-data korupsi di tangannya.  Meneg BUMN Sugiharto menyebutkan bahwa peristiwa ini ada kemungkinan terkait dengan upaya mencegah pemrosesan bukti-bukti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang dibawa Lendo pada saat kejadian.


Perlindungan Saksi Korupsi dalam UU KPK

Kendati tak lengkap dan hanya spesifik untuk perkara korupsi,  negeri ini sebenarnya telah memiliki aturan perlindungan saksi.  Pasal 15 UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai tindak pidana korupsi. Perlindungan itu meliputi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan dari kepolisian atau mengganti identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk melakukan perlindungan hukum.

 

Sementara itu, Pasal 5 (1) PP No. 71 tahun 2000 tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa setiap orang, organisasi masyarakat atau LSM berhak atas perlindungan hukum baik mengenai status hukum atau rasa aman.  Status hukum yang dimaksud disini adalah status seseorang saat menyampaikan suatu informasi, pendapat kepada penegak hukum atau komisi dijamin tetap. Misalnya status sebagai pelapor tidak diubah menjadi tersangka.

 

Kemudian, Pasal 6(1) PP yang sama menyebutkan penegak hukum atau komisi wajib merahasiakan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan. Dalam hal pengamanan fisik,  Pasal (2) peraturan tersebut menyebutkan bahwa  pengamanan fisik kepada pelapor dan keluarganya dapat diberikan apabila diperlukan atas permintaan pelapor, penegak hukum atau komisi.

 

Masalahnya adalah,  pasal-pasal di atas amat indah didengar, namun belum mewujud dalam kenyataannya.  Tanpa bermaksud merendahkan KPK,  lembaga ini baru berdiri dan belum teruji dalam hal perlindungan saksi tindak pidana korupsi.  Membiarkan KPK bekerja sendiri melindungi saksi tanpa dukungan negara dan masyarakat jelas kurang arif.  Apalagi di tengah ketiadaan UU Perlindungan Saksi.

Perlindungan terhadap ‘Whistleblower'

Dalam konteks yang agak berbeda, apabila saksi pelapor adalah karyawan atau pegawai dari suatu organisasi yang melaporkan dugaan kejahatan atau penyimpangan dari organisasinya, ia disebut sebagai whistleblower.  Istilah ini sering digunakan bersamaan dengan istilah lain yang lebih dahulu populer dan bersifat umum (tidak terbatas pegawai suatu organisasi) yaitu witness (saksi).

 

Secara definisi, whistleblower adalah seorang pegawai (employee) atau karyawan dalam suatu organisasi yang melaporkan, menyaksikan, mengetahui adanya kejahatan ataupun adanya praktik yang menyimpang dan mengancam kepentingan publik di dalam organisasinya dan yang memutuskan untuk mengungkap penyimpangan tersebut kepada publik atau instansi yang berwenang (wikipedia, Columbia electronic encyclopedia : 2005). 

 

Satu tokoh whistleblower yang populer adalah Dr.Jeffrey Wigand.  Ia adalah mantan wakil presiden Research pada  Brown & Williamson Tobacco di AS. Jeffrey dipecat karena mengungkap praktik manipulasi data nikotin pada rokok yang diproduksi perusahaannya. Tak hanya dipecat,  ia pun kerap mendapat pelecahan dan ancaman terkait dengan tindakannya hingga saat ini.

 

Menariknya, di AS telah ada lembaga advokasi yang bernama National Whistleblower Center yang secara rutin sejak 1988 mengadvokasi para whistleblower demi lestarinya perlindungan lingkungan, keamanan dari senjata nuklir, dan mengungkap pertanggungjawaban pemerintah dan perusahaan (government and corporate accountability). 

 

Disamping itu ada juga lembaga yang bernama Government Accountability Project (GAP) yang berdiri sejak tahun 1977 dan aktif mengadvokasi para whistleblower dengan fokus kegiatan pada litigasi, advokasi, media, dan legislatif.   Sehingga, orang-orang setipe Jeffrey Wigand dapat mendapat tempat yang nyaman dan memperoleh perlindungan.

 

Menanti Lahirnya UU Perlindungan Saksi

Khairiansyah Salman barangkali bukanlah seorang whistleblower  karena ia bukanlah pegawai KPU.  Ia hanyalah auditor investigatif pada BPK yang barangkali dianggap bertindak ‘agak jauh' untuk tidak sekedar mengaudit, namun juga mengungkap sisi korupsi dari lembaga KPU.

 

Khairiansyah Salman barangkali juga tidak murni sebagai saksi pelapor. Beberapa pihak menyebutnya sebagai bagian ataupun partisipan dari strategi KPK untuk menjerat tersangka pelaku korupsi di KPU. Namun, terlepas dari status tersebut,  keberanian Khairiansyah patut diapresiasi oleh para legislator di negeri ini. 

 

Khairiansyah tak perlu diberi gelar pahlawan ataupun martir oleh para pembentuk UU,  namun dapat dalam bentuk mengundang-undangkan UU Perlindungan Saksi. Supaya dia, dan juga ‘Khairiansyah-Khairiansyah berikutnya'  tetap memiliki keberanian dan kenyamanan untuk ‘berjihad' mengungkap penyimpangan di instansinya (sebagai whisleblower) maupun di lembaga lain.

 

Untuk diingat, UU Perlindungan Saksi merupakan amanat dari Tap MPR No. VII/ 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan pencegahan KKN. Artinya, sudah hampir empat tahun amanat TAP MPR belum juga dilaksanakan. Padahal, RUU Perlindungan Saksi akan menjadi prioritas utama di antara 55 RUU yang akan dibahas DPR RI dan pemerintah pada 2005.

 

RUU Perlindungan Saksi, utamanya draf yang dibuat oleh Koalisi LSM untuk Perlindungan Saksi,  mengatur hak-hak dan perlindungan saksi yang lebih luas daripada UU KPK.  Ia mengatur hak-hak saksi secara umum, hak-hak saksi dalam ancaman, saksi khusus (lansia, anak-anak, warga cacat), maupun saksi korban.

 

Disamping perlindungan secara normatif, secara empiris-pun masyarakat dan pemerintah wajib mengupayakan perlindungan terhadap para saksi dan whistleblowers.   Antara lain  dengan tidak mudah mengungkap identitas mereka dan keluarganya untuk tujuan-tujuan yang kurang penting mengingat perlindungan secara normatif dan legalis saja kurang cukup di negeri ini. 

 

Mungkin perlu juga digali dari khasanah kearifan lokal negeri ini,  suatu mekanisme, entah bernama hukum kebiasaan, adat, solidaritas, semi autonomous social field,  apapun namanya, yang dapat saling memproteksi orang-orang yang perlu diproteksi tanpa harus terlalu bergantung pada lembaga negara.

 

Wallahua'lam

And I wanted to get the truth out. I wanted to make sure it got out. I felt that the industry as a whole had defrauded the public. And there were things that I felt needed to be said."

(Dr Jeffrey Wigand, Tokoh Whistleblower dalam Kasus  Big Tobacco di USA)

 

Ini jihad saya. Kalaupun saya mati saya mati syahid.  Kata-kata ini  mengemuka dari mulut Khairiansyah Salman, auditor investigatif BPK yang belakangan ini melambung namanya karena mengungkap dugaan korupsi yang melibatkan anggota KPU dan aktivis LSM Mulyana W. Kusumah (Republika, 14/4).

 

Dari ungkapan tersebut, terkesan bahwa Khairiansyah memang amat serius mengungkap kasus korupsi di lembaga ‘terhormat' tersebut.  Sayang,  respon dari pimpinan tertingginya tak seindah niat ‘jihad' Khairiansyah.  Ketua BPK Prof. Anwar Nasution justru akan menindak tegas Khairiansyah, karena tindakan stafnya itu dinilai merupakan tindakan yang tidak prosedural. "Dia sudah melakukan tindakan pelanggaran, dan tidak sesuai prosedural. Di mata saya, dia itu bukan pahlawan. Menurut saya, itu cuma tindakan yang mencari popularitas semata.

 

Anwar menyesalkan tindakan yang telah dilakukan staf BPK tersebut. "Seharusnya operasi seperti itu bukan hak BPK, tapi hak pihak penegak hukum. Kita hanya bertugas melaporkannya saja ke pihak penegak hukum," jelas Anwar  (Republika, 17/4). 

 

Terlepas dari komentar miring petinggi BPK tersebut dan ancaman terhadap karir Khairiansyah,  ada ancaman keselamatan dan keamanan fisik yang lebih serius bagi Khairiansyah dan keluarganya. Pasalnya, Indonesia hingga kini belum memiliki Undang-Undang Perlindungan Saksi.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: