Perlu Ada Pedoman Valuasi Kerugian Akibat Hilangnya Nyawa dalam Perkara Perdata
Disertasi Ilmu Hukum:

Perlu Ada Pedoman Valuasi Kerugian Akibat Hilangnya Nyawa dalam Perkara Perdata

Gagasan metode valuasi dipuji karena dapat membantu korban dan hakim menghitung nilai kerugian. Dalam jangka panjang, perlu dimasukkan dalam KUH Perdata.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Valuasi kerugian

Gagasan yang diusulkan dalam disertasi ini dipuji anggota tim penguji. Kalangan hukum jarang menulis tentang valuasi, apalagi dengan mengajukan konsep perhitungan yang dapat dipakai dalam praktik. Ami mengusulkan valuasi untuk kerugian nyata, potential loss bagi korban yang tidak bekerja dan bagi yang bekerja. Untuk kerugian nyata, didasarkan pada jumlah total dari rincian kerugian yang dialami berdasarkan bukti. Jadi, kerugian nyata merupakan penjumlahan dari semua kerugian yang didukung oleh alat bukti surat, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Kerugian potensial bagi yang tidak bekerja dihitung dari selisih antara usia harapan hidup dengan usia saat kehilangan nyawa dikalikan dengan penghasilan yang diterima. Untuk kerugian potensial bagi yang bekerja, besarannya dihitung batas usia bekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan dikurangi usia saat meninggal dikalikan penghasilan yang diterima.

Kesulitan valuasi justru terjadi pada kerugian immateril, berupa kehilangan kenyamanan hidup atau tekanan mental. Dalam hal, kehilangan kenyamanan hidup, valuasinya bisa menggunakan metode penilaian waktu, pendekatan ‘biaya ganti’ dan ‘biaya peluang’, menanyakan kesediaan orang untuk membayar atas rasa sakit dan penderitaan korban atau keluarga yang ditinggalkan, dan merekonstruksi jenis waktu atau kegiatan sehari-hari kemudian menempatkan harga yang sebanding. Kesulitan lain adalah valuasi tekanan mental karena harus dibuktikan tekanan itu timbul akibat langsung dari perbuatan melawan hukum oleh tergugat. Di sini, ganti kerugian yang dapat diajukan adalah pemulihan ke kondisi semula (restituio in integrum).

(Baca juga: Simak Isu-isu Menarik dalam Disertasi tentang Hukum Kepailitan Ini).

Untuk memudahkan praktik di pengadilan, promovendus mengusulkan agar Mahkamah Agung menerbitkan SEMA yang memuat metode valuasi ilmiah kerugian sehingga dapat dipakai hakim-hakim yang menangani gugatan perbuatan melawan hukum akibat hilangnya nyawa. Tetapi, Ami menjelaskan, penerbitan SEMA hanya untuk jangka pendek, sekadar mengisi kekosongan hukum. Untuk jangka panjang, revisi KUH Perdata justru menjadi harapan.

Paling tidak ada dua isu penting yang perlu dimasukkan dalam KUH Perdata masa depan Indonesia. Pertama, memuat definisi, jenis dan ruang lingkup kerugian serta ganti kerugian yang dapat diajukan. Kedua, keharusan untuk merujuk pada metode dan pembuktian ilmiah  tertentu agar memudahkan hakim memutuskan besaran ganti rugi yang pantas.

Rosa Agustina, promotor disertasi Sri Laksmi, mengatakan gagasan yang disampaikan promovendus bermanfaat terutama bagi korban atau keluarganya yang ingin mengajukan tuntutan ganti kerugian akibat kehilangan nyawa. Ketika melayangkan gugatan perdata terhadap pelaku, penggugat bdapat merinci kerugian dengan baik.

Tags:

Berita Terkait