Perlu Integrasi dan Komitmen Aparat Hukum dalam Pencegahan Korupsi
Utama

Perlu Integrasi dan Komitmen Aparat Hukum dalam Pencegahan Korupsi

Perlu bagaimana berbagi peran lembaga penegak hukum dan peradilan bersinergi dan duduk bersama mencari cara dan upaya pencegahan yang efektif.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Sayangnya, sistem pengawasan internal oleh Badan Pengawasan (Bawas) tak mampu menjangkau semua satuan kerja (satker). Tak hanya itu, Bawas tak hanya mengawasi satker dan aparaturnya termasuk termasuk pengelolaan keuangan, tapi juga mengawasi ribuan hakim di seluruh Indonesia dalam penanganan perkara

Liza mendorong MA membuka diri untuk bekerja sama dengan lembaga lain yang memiliki  kewenangan mencegah dan memberantas korupsi. Pemerintah pun bertanggung jawab terhadap reformasi peradilan dan berupaya mengintegrasikan lembaga penegak hukum. Seperti membuat tim satuan tugas yang terdiri dari masing-masing lembaga penegak hukum “Sehingga penegakan hukum bisa berjalan bersama-sama,” ujarnya.

Kejaksaan dan hilangnya peran KPK

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan Kejaksaan pun tak lepas dari sorotan masyarakat. Apalagi, dalam kasus Djoko Tjandra ada oknum jaksa yang terlibat. Meski teorinya jaksa bekerja secara independen dalam penegakan hukum, namun faktanya dalam membuat rencana tuntutan (rentut) saja masih berjenjang.

Selain terdapat peran lembaga pengawas eksternal, seperti Komisi Kejaksaan. Namun, perannya tak bertaji. Padahal fungsi dan kewenangan cukup memadai. Persoalannya, dalam menindaklanjuti sebuah pengaduan masyarakat, Komisi Kejaksaan menyampaikan ke Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti pengawas internal. Kata lain, pengawas eksternal tak dapat langsung mengambil tindakan atau menjatuhkan sanksi.

Di sisi lain, meningkatkan tindak pidana korupsi berdampaknya terjadinya bencana. Tak hanya bencana perekonomian nasional, namun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemberantasan korupsi mesti dilakukan dengan cara-cara luar biasa. UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK telah mengatur jelas proses hukum terhadap aparat penegak hukum yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Pasal 11 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK mengatur kewenangan KPK menyelidik dan menyidik aparat penegak hukum yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Dalam kasus Djoko Tjandra misalnya, kata Asfin, ada peran KPK yang hilang yakni peran koordinasi.

Menurutnya, meski kepolisian dan kejaksaan memproses jajarannya yang terlibat secara internal, namun perlu dipertanyakan sejauh mana prosesnya bakal membuka tabir lebih lanjut keterlibatan oknum lain. Nah disitulah peran KPK untuk (proaktif, red) melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk penegak hukum. Karena aparat penegak hukum menjadi bagian dari korupsi itu sendiri,” katanya.

Tags:

Berita Terkait