Perlu "Jalan Tengah" Buruh dan Pengusaha Hadapi "Gelombang" PHK Massal
Terbaru

Perlu "Jalan Tengah" Buruh dan Pengusaha Hadapi "Gelombang" PHK Massal

Pemutusan hubungan kerja sudah menyentuh hampir 75 ribu buruh, belum lagi para pekerja di industri startup yang diperkirakan sudah 25 ribu pekerja.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Perlu
Hukumonline

Isu pemutusan hubungan ketenagakerjaan (PHK) menjadi risiko yang harus diperhatikan para pihak terkait seiring ancaman resesi global saat ini. Hal tersebut dipicu karena situasi geopolitik perang Rusia dan Ukraina dan ancaman resesi global khususnya negara-negara Eropa dan Amerika yang merupakan pangsa pasar ekspor Indonesia, khususnya produk garmen, tekstil, alas kaki dan produk makanan dan minuman. 

Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga, memperkirakan gelombang pemutusan hubungan Kerja (PHK) akan menjadi lebih masif hingga akhir tahun 2022 ini. 

Menurut catatan Labor Institute Indonesia, pemutusan hubungan kerja sudah menyentuh hampir 75 ribu buruh, belum lagi para pekerja di industri startup yang diperkirakan sudah 25 ribu pekerja.

Baca Juga:

Untuk mengantisipasi besarnya PHK tersebut, Andy mengimbau para serikat pekerja/serikat buruh harus mengedepankan solusi terbaik bagi bersama (win-win solution), berunding dan bermusyawarah dengan para pengusaha untuk mencegah gelombang PHK yang masif.

"Apalagi, ini sudah masuk dalam penentuan Upah Minimum 2023. Serikat Pekerja harus lebih memikirkan peningkatan kesejahteraan pekerja selain kenaikan upah. Karena kenaikan upah hanya berlaku bagi pekerja yang durasi kerjanya 0-1 tahun atau pekerja baru, sedangkan pekerja yang sudah eksis kebaikan upah per tahun sudah cukup stabil melalui mekanisme bermusyawarah melalui perundingan perjanjian kerja bersama (PKB)," ungkap Andy, Senin (31/10). 

Labor Institute mengusulkan agar para serikat pekerja fokus pada peningkatan keahlian kerja (skill) dan kompetensi para pekerjanya melalui program-program pelatihan. Selain itu, dia mendorong didirikan unit-unit koperasi diperusahaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar para pekerja, penyediaan sarana K3, kepastian perlindungan Jaminan Sosial/BPJS,kesehatan pekerja dan penyediaan rumah murah bagi para pekerja. 

"Hal itu yang perlu didorong oleh para serikat pekerja kepada pemerintah, jadi bukan hanya kebaikan upah saja. Kenaikan upah lebih dari 8 atau 10 persen  ditengah - tengah kondisi perekonomian global yang tidak menentu saat ini, dapat berimbas pada pengusaha akan melakukan kebijakan PHK," ungkap Andy. 

Dia menekankan pentingnya musyawarah dan dialog secara intens para pihak terkait untuk mencari kebijakan yang win-win yang tujuan untuk mempertahankan eksisten bekerja dan berusaha. 

Tags:

Berita Terkait