Perlu Kajian Matang Pemungutan Zakat Profesi bagi ASN
Utama

Perlu Kajian Matang Pemungutan Zakat Profesi bagi ASN

Mulai menentukan kriteria muzakki, mustahik, nishab, formulasi penghitungan nishab, syarat haul, dan mekanisme pendistribusiannya hingga sampai ke mustahik dengan meminta masukan semua pemangku kepentingan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR lain, Deding Ishak menilai rencana Kemenag memungut zakat sebesar 2,5 persen dari penghasilannya usul positif. Hanya saja, sebelum memberlakukan mekanisme pemungutan zakat ini, Kemenag mesti mengkaji terlebih dahulu dengan meminta masukan/saran dari semua pemangku kepentingan agar tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Seperti, MUI, ormas Islam, Baznas, dan Komisi VIII DPR yang membidangi soal keagamaan.

 

“Jadi pemerintah jangan asal potong gaji, ini butuh waktu sosialisasi sebelum mengambil kebijakan seperti ini. (Yang terpenting) ASN muslim perlu mengetahui setelah dipotong uangnya disalurkan kemana saja, dan sebagainya,” ujar politisi Partai Golkar itu.

 

MUI belum bersikap

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengaku lembaganya belum memberi sikap apapun terkait rencana kebijakan pemungutan zakat bagi ASN ini. Sebab, MUI belum diajak bermusyawarah oleh Kemenag ataupun Baznas sendiri terkait persoalan ini. Meski begitu, menurutnya zakat (maal) tidak hanya menyangkut orang yang berzakat (muzakki) dalam hal ini ASN, tetapi perlu penentuan siapa saja ASN yang terkena wajib zakat, penetapan besaran nishab 2,5 persen dari gaji/pendapatan ASN, formula penghitungannya, termasuk syarat haul (kepemilikan penghasilan harta nishab genap setahun).  

 

“Apakah sifatnya mandatory (wajib) atau voluntary (sukarela) dan bagaimana (mekanisme) tasharruf (penyaluran) zakat tersebut kepada para mustahik-nya,” kata dia.

 

Karena itu, Zainut menyarankan agar rencana kebijakan ini harus dikaji secara matang dan mempersiapkan Baznas secara profesional, kapabel dan akuntabel. Selain itu, perlu melibatkan pemangku kepentingan yang peduli terhadap pengelolaan zakat. “Menurut kami, sebelum ini berlaku gagasan tersebut disosialisasikan terlebih dahulu kepada ormas-ormas Islam dan pemangku kepentingan lain, sehingga tidak menimbulkan polemik dan kegaduhan di masyarakat,” sarannya.

 

Zainut yang juga anggota Komisi IV DPR itu perlu mengingatkan hal ini kepada pemerintah cq Kemenag lantaran potensi dana zakat profesi ASN yang bakal dikelola amat besar (Rp 10 triliun). Belum lagi, dana tersebut harus didistribusikan secara amanah dan sampai terhadap orang yang berhak menerimanya (mustahik). “Jadi, pengelolaannya harus sesuai ketentuan syariat Islam dan aturan yang ada,” katanya.

 

Berbeda, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai pemerintah melalui Kemenag tak perlu menarik atau mengumpulkan dengan memotong penghasilan ASN sebesar 2,5 persen. Menurutnya, zakat menjadi urusan masing-masing orang ketika merasa sudah mencapai nishab. Apalagi, tugas pengumpulan zakat merupakan wewenang Baznas sesuai UU Pengelolaan Zakat. “Jadi tidak usah dipotong, itu hanya menyusahkan ASN,” kata dia.

 

Dia khawatir apabila kebijakan pemotongan zakat 2,5 persen dari setiap penghasilan ASN diterapkan, dananya digunakan pemerintah untuk membiayai infrastruktur. Sebab, secara syariat dana zakat hanya diperuntukan bagi orang tak mampu, bukan untuk kepentingan lain. “Takutnya nanti dipotong dipakai lagi sama pemerintah untuk bangun beton-beton dan sebagainya. Zakat itu haknya orang miskin. Nanti zakat dipinjam lagi buat apa?” sindirnya.

Tags:

Berita Terkait