Perlu Merombak Sistem Rekrutmen dan Periodisasi Hakim Konstitusi Demi Independensi MK
Sidang Promosi Doktor

Perlu Merombak Sistem Rekrutmen dan Periodisasi Hakim Konstitusi Demi Independensi MK

Salah satunya, Afdhal menyarankan perlunya perbaikan ketentuan sistem rekrutmen dan periodisasi masa jabatan hakim konstitusi yang kokoh dan harus mengarah pada nilai dan prinsip transparansi dan pengawasan terbuka. Seperti melibatkan Panel Ahli dalam setiap rekrutmen hakim konstitusi di masing-masing lembaga pengusul.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Afdhal menyimpulkan sistem rekrutmen dan sistem periodisasi yang dilakukan masing-masing lembaga pengusul seringkali berbeda-beda, bahkan masing-masing lembaga pengusul tidak ada pengaturan baku yang konsisten bagaimana pelaksanaan rekrutmen dari masa ke masa itu dilakukan. ”Hal inilah yang menjadi pintu masuk atas intervensi kekuasaan lain terhadap jaminan kekuasaaan kehakiman yang merdeka,” kritik Afdhal dalam disertasinya.  

Beberapa putusan MK pun cenderung memperlihatkan pengaruh usulan lembaga-lembaga pengusul hakim konstitusi. Dalam konteks ini, periodisasi masa jabatan hakim konstitusi sangat berpengaruh terhadap judicial behavior hakim-hakim konstitusi dalam menginginkan kembali posisi pada periode berikutnya. Untuk itulah, perlu penataan kembali periodisasi masa jabatan hakim konstitusi dalam rangka memberi jaminan kekuasaan kehakiman yang merdeka tanpa pengaruh dan intervensi masing-masing lembaga pengusul perlu dilakukan.

Menurutnya, pembatasan periode masa jabatan hakim konstitusi adalah unsur utama kelembagaan MK. Dari hasil studi komparasi, negara lain yang memiliki MK mempertegas pengaturan pembatasan masa jabatan hakim konstitusi dalam Konstitusi negara atau dalam bentuk UU.

Dalam disertasinya, Afdhal mengusulkan dalam rangka membangun sistem rekrutmen yang kokoh - dalam proses mencari hakim konstitusi yang negarawan - diperlukan pelibatan Panel Ahli dalam proses tersebut. Mekanisme Panel Ahli sebagai pengembangan dari mekanisme yang dilakukan oleh DPR dengan membentuk tim pakar atau tim ahli...

Bagi Afdhal, kehadiran Panel Ahli tidak mereduksi kewenangan lembaga pengusul. Kehadiran Panel Ahli justru membantu dan memperkuat legitimasi masing-masing lembaga negara pengusul dalam mencari hakim konstitusi yang ideal sebagaimana amanat UUD NRI 1945. Pada akhirnya, masing-masing lembaga pengusul yang akan mengusulkan nama calon hakim konstitusi berdasarkan rekomendari dari Panel Ahli.

Selanjutnya, ia menyimpulkan UU MK terbaru (UU No. 7/2020) sama sekali tidak menyentuh substansi pokok fungsi, tugas, dan wewenang MK terkait urgensi masa kini. Materi perubahan yang bermuatan substansial hanya berkenaan dengan batas usia minimum, penghapusan masa jabatan hakim, dan masa jabatan ketua dan wakil ketua. Karena itu, dalam rangka menata kelembagaan MK sebagai pelindung konstitusi (the protect of the constitution) diperlukan pengaturan mengenai sistem rekrutmen dan sistem periodisasi untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman MK sebagaimana yang dicita-citakan.

Dengan demikian, Afdhal juga menyarankan perlunya perbaikan ketentuan sistem rekrutmen dan periodisasi masa jabatan hakim konstitusi adalah salah satu upaya pemenuhan jaminan kemerdekaan (independensi) kekuasaan kehakiman berdasarkan UUD Tahun 1945. Kemudian, negara harus mewujudkan pemenuhan aspek independensi dan imparsialitas dengan cara penunjukan hakim konstitusi dengan mendasarkan kepada kriteria yang jelas (harus menjunjung kesetaraan kesempatan, tidak diskriminasi, dan dibuat berdasarkan pertimbangan/faktor lain).

Selain itu, sistem rekrutmen hakim konstitusi harus mengarah pada nilai dan prinsip transparansi dan pengawasan terbuka. ”Perlu perubahan signifikan terhadap ketentuan ini secara mendalam agar memperkuat fondasi UU MK agar lebih baik dan lebih kuat untuk dapat menjamin pemenuhan kemerdekaan kekuasaan kehakiman,” sarannya.

Salah satu penguji disertasi, Prof Bagir Manan sependapat dengan hasil disertasi ini. Dia melihat terdapat ketidakpatuhan dalam proses sistem rekrutmen dan periodesasi masa jabatan hakim konstitusi. ”Bagaimana kekuasaan kehakiman itu terserah pada pembentuk UU. Ini terbukti pembentuk UU dalam mengatur kekuasaan kehakiman berubah-ubah seperti aturan masa jabatan. Ini menunjukan tidak ada kepastian independensi atas kekuasaan kehakiman,” kata Prof Bagir.

Tags:

Berita Terkait