Perludem: Presiden Jokowi Berpotensi Jadi Pembenar Kecurangan Pemilu
Melek Pemilu 2024

Perludem: Presiden Jokowi Berpotensi Jadi Pembenar Kecurangan Pemilu

Padahal dalam UU Pemilu terdapat larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati. Foto: Istimewa
Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati. Foto: Istimewa

Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden dan menteri boleh berpihak dalam pemilu sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara menimbulkan polemik. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tidak tinggal diam atas pernyataan tersebut.

Perludem melihat pernyataan presiden sangat dangkal dan berpotensi menjadi pembenar bagi presiden, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan dalam Pemilu 2024.

“Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2, mendampingi Prabowo Subianto. Padahal, netralitas aparatur negara, adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis,” ujar Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (24/1).

Baca Juga:

Dalam pernyataannya, Presiden Jokowi hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Padahal dalam UU Pemilu, terdapat larangan bagi pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

“Dalam konteks ini, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye,” lugasnya.

Tags:

Berita Terkait