Perpres Kenaikan Iuran Bukan Satu-satunya Solusi Atasi Defisit BPJS Kesehatan
Berita

Perpres Kenaikan Iuran Bukan Satu-satunya Solusi Atasi Defisit BPJS Kesehatan

Masih ada cara lain ketimbang menaikan iuran BPJS Kesehatan, seperti menaikkan cukai rokok; melaksanakan rekomendasi KPK. Kenaikan iuran justru berpotensi membuat masyarakat kesulitan membayar iuran BPJS Kesehatan.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

Akibatnya, Perpres No.64/2020 ini secara sosial ekonomi tak memiliki empati terhadap masyarakat luas. Terlebih kondisi masyarakat secara ekonomi terpuruk akibat dampak wabah Covid-19. Sekalipun untuk kelas III kategori peserta mandiri telah diberi subsidi, tetapi membayar Rp25.000 per orang terasa sangat berat dalam kondisi saat ini.   

“Perpres ini berpotensi mengerek tunggakan iuran masyarakat dan akhirnya target untuk meningkatkan revenue BPJS Kesehatan sulit tercapai,” ujarnya kepada Hukumonline.

Tulus menyarankan agar pemerintah menggunakan cara lain dalam menginjeksi biaya operasional BPJS Kesehatan. Namun dengan tanpa harus membebani masyarakat dengan kenaikan tarif. Misalnya, pemerintah dapat menaikkan cukai rokok untuk kemudian pendapatan cukai rokok langsung didedikasikan untuk keperluan BPJS Kesehatan.

Dia menilai kenaikan cukai rokok pun mampu mengusung gaya hidup masyarakat yang lebih sehat, sehingga mampu menekan penyakit tidak menular yang selama ini menjadi benalu finansial BPJS Kesehatan. Apalagi di saat pandemi perilaku merokok sangat rawan menjadi trigger terinfeksi Covid-19. Selain itu, pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Sosial seharusnya melakukan cleansing data pada kelompok PBI terlebih dahulu.

“Patut diduga di kelompok ini masih banyak inefisiensi atau banyak peserta yang tidak tepat sasaran,” katanya.

Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai NasDem Okky Asokawati berpendapat, menyebutkan secara obyektif kondisi masyarakat saat ini makin sulit imbas dampak pandemi Covid-19. Situasi tersebut, pun diamini pemerintah dengan program jaring pengaman sosial. Sayangnya, Perpres 64/2020 justru menabrak spirit yang terkandung dalam pertimbangan dan putusan MA terdahulu.

“Saat ini kondisi ekonomi masyarakat justru makin parah dibanding saat MA membatalkan Perpres 75/2019 pada 27 Februari 2020 lalu, dimana Indonesia belum terdampak Covid-19,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait