Pertamina Daftarkan Permohonan Keberatan terhadap Putusan KPPU
Utama

Pertamina Daftarkan Permohonan Keberatan terhadap Putusan KPPU

Penilaian kerugian negara tidak dapat diukur berdasarkan suatu harga yang sifatnya fluktuatif.

CR
Bacaan 2 Menit
Pertamina Daftarkan Permohonan Keberatan terhadap Putusan KPPU
Hukumonline

 

Dalam siaran pers tim kuasa hukum Pertamina, disebutkan penunjukkan Goldman sebagai financial advisor dan arranger dalam divestasi kapal tersebut, tidak menggunakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

Atas dasar itulah, penunjukan ini didasarkan pada peraturan intern Pertamina. Apalagi, setelah berbadan hukum perseroan, Pertamina kini tunduk pada UU No. 1/1995 tentang Perseroan Terbatas. Singkatnya, kuasa hukum Pertamina berpendapat, penunjukan Goldman tidak dapat dikatakan bertentangan dengan Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah.

 

Selain itu, alasan penunjukan langsung ini juga didasari keterbatasan waktu untuk menghindari upaya penyitaan aset Pertamina yang dilakukan oleh Karaha Bodas Company (KBC). Apabila penyitaan tersebut dilakukan, dinilai berpotensi menimbulkan kerugian yang besar.

 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Pertamina dihukum untuk membayar denda kepada KBC oleh majelis arbitrase internasional, setelah dinyatakan default dalam sengketa proyek geothermal di Indonesia. Saat ini KBC tengah berupaya membekukan aset Pertamina di berbagai negara.

 

Tak perlu izin Menkeu

Tim kuasa hukum juga menepis pertimbangan KPPU, yang mengatakan bahwa penjualan VLCC ini perlu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan. Pasalnya, berdasarkan Pasal 14 UU No. 14/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Menteri BUMN berwenang untuk mengalihkan aktiva BUMN. Artinya, melalui persetujuan Menteri BUMN saja, penjualan dapat dilakukan.

 

Ketentuan ini juga sesuai dengan aturan di PP No. 41/2003 tentang Perusahaan Perseroan, dimana kewenangan menteri Keuangan selaku pemegang saham BUMN telah dilimpahkan kepada Menteri BUMN, terkecuali mengenai pernyataan modal yang dananya dari APBN. Adapun permintaan izin kepada Menteri Keuangan (Menkeu), dilakukan Pertamina sebagai pilihan saja.

 

Harus kita pahami bahwa Pertamina adalah Persero. Lain kalau ini menjadi milik negara, harus ada izin Menteri Keuangan, cetus Juniver Girsang.

 

Sesuai TOR

Sedangkan pertimbangan KPPU mengenai hilangnya kesempatan untuk mendapatkan harga penjualan tertinggi dari penjualan kapal VLCC, dinilai tidak berdasar. Sebab,  penawaran ketiga yang diajukan oleh Frontline Ltd-–pemenang penawaram—merupakan penyempurnaan dari penawaran sebelumnya. Adapun pertimbangan dari Pertamina memilih Frontline, karena perusahaan tersebut telah memenuhi persyaratan sesuai Term of Reference (TOR) dibanding penawar lainnya.

 

Sementara Essar Shipping Ltd—penawar lain-- yang dinilai KPPU dapat memberikan harga lebih tinggi dari Frontline, menurut Pertamina ternyatatidak sanggup melakukan pembayaran uang muka sebesar 20 persen dari total harga penawaran, satu hari setelah Sale Purchase Agreement (perjanjian jual beli) ditandatangani.

 

Selain itu, State Bank of India yang ditunjuk Essar sebagai penjamin, tidak bersedia juga  menjamin pembayaran uang muka tersebut. Pihak Pertaminan menegaskan, hingga saat tender ditutup 7 Juni 2004, Essar masih belum sepakat dengan Sale Purchase Agreement tersebut.

 

Hal inilah yang dijadikan Pertamina sebagai dasar menampik adanya tudingan persekongkolan yang dilakukannya dengan Goldman dan Frontline.     

 

Penghitungan harga

Dipaparkan pula oleh Pertamina, bahwa KPPU mengklaim harga Kapal VLCC senilai AS$ 204 juta, berdasarkan informasi dari sebuah situs (www.tradewinds.no), tanggal 14 Juni 2004. Dan juga, KPPU saat itu mendapat keterangan dari seorang saksi ahli (Rheinhard Tobing). Sedangkan, Pertamina beranggapan bahwa data tersebut tidak dapat digunakan untuk mengukur kerugian negara, karena sifatnya subjektif dan harga mengalami fluktuasi.

 

Bahkan, Pertamina membantah klaim harga KPPU dengan hasil riset yang dilakukan Clarkson Research Studies. Berdasarkan riset tersebut, ditunjukan bahwa present value harga referensi sebesar AS$ 90,14 juta (untuk satu kapal), yang masih lebih kecil dari harga jual rata-rata AS$ 92juta. Sedangkan harga penjualan kedua kapal VLCC kepada Frontline, secara kumulatif adalah US$ 184 juta.        

 

Terhadap putusan KPPU yang memerintahkan Pertamina untuk melaporkan tindakan komisaris dan direksi kepada RUPS, dinilai Pertamina tidak sesuai dengan kewenangan KPPU. Pasalnya, Pertamina berpendapat, KPPU hanya berwenang menyatakan terjadi atau tidaknya pelanggaran terhadap UU No. 5/1999, sebagaimana diatur dalam pasal 43 ayat 3 dan pasal 47 UU No. 5/1999.

 

Sedangkan penonaktifan Direktur Keuangan Pertamina, Alfred Rohimone, dinilai sebagai kekeliruan dalam menafsirkan aturan yang ada. Pengambilan keputusan ini berdasarkan persetujuan direksi dan komisaris. Jadi ini corporate action, tidak bisa pribadi, tukas Didi Irawadi Syamsuddin, salah satu anggota tim kuasa hukum Pertamina.

Sebelum batas pengajuan keberatan berakhir pada 21 Maret nanti, akhirnya PT Pertamina (Persero) mengajukan keberatan terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait divestasi dua kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) milik Pertamina.  

 

Sebelumnya, pada 3 Maret lalu, Mejelis KPPU menyatakan Pertamina telah melanggar Pasal 19 huruf d UU No. 5/1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, atas penunjukan langsung Goldman Sachs Pte (Goldman) sebagai financial advisor dan arranger pada transaksi penjualan VLCC. Selain itu, majelis juga menyatakan bahwa Pertamina melanggar Pasal 22 UU No. 5/1999, karena terlibat persekongkolan dalam memenangkan Frontline Ltd. 

 

Permohonan keberatan Pertamina didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (18/3), oleh tim kuasa hukum Pertamina. Dalam permohonan keberatan ini, Pertamina menunjuk dua kantor hukum selaku kuasa hukumnya, yaitu Amir Syamsuddin & Partners dan Juniver Girsang & Partners.

 

KPPU telah membuat putusan yang populis dan tidak berdasar, ujar Amir Syamsuddin. Apalagi, menurut Amir, KPPU tidak mempertimbangkan beberapa bukti-bukti yang diajukan oleh Pertamina. Bahkan, pernyataan persekongkolan, dan tindakan diskriminasi yang dilakukan Pertamina dinilainya keliru.

Halaman Selanjutnya:
Tags: