Petisi 5: KAI dan Peradi Batal Demi Hukum
Berita

Petisi 5: KAI dan Peradi Batal Demi Hukum

Di tengah konflik kubu Peradi dan KAI, lahir petisi independen. Kedua organisasi advokat dinyatakan batal demi hukum. Sekjen KAI dan Sekjen Peradi mengaku kecolongan.

M-4
Bacaan 2 Menit
Petisi 5: KAI dan Peradi Batal Demi Hukum
Hukumonline

 

Petisi juga merekomendasikan para advokat Indonesia menyelenggarakan kongres, begitu Pasal 32 ayat (4) UU Advokat selesai direvisi DPR. Hasil kongres ini nantinya diharapkan para penyusun petisi membentuk satu organisasi advokat yang sah menurut hukum. Terserah bagi kedua organisasi ini menurut atau tidak, tapi ada moral pressure karena kami bukan orang sembarang, Adi menekankan.

 

Rencananya, Petisi 5 akan segera disosialisasikan ke pihak-pihak yang dianggap patut mengetahuinya. Dari Presiden RI hingga tentunya, KAI dan Peradi termasuk dalam daftar penerima tembusan petisi tersebut. Tanpa harus diberitahu seharusnya mereka (KAI dan Peradi-red) sudah tahu, tukas Ningrum.

 

Uniknya, lima orang yang tergabung dalam tim penyusun Petisi 5 sempat didaulat oleh KAI sebagai Dewan Kehormatan Adhoc. Mereka bahkan diserahi tugas memproses permohonan banding kasus pemecatan Todung Mulya Lubis. Terkait hal ini, Marbun membantah jika Petisi 5 dikaitkan dengan KAI. Kami tidak mau terlibat karena organisasi-organisasi tersebut tidak punya alasan yuridis, dalihnya. Sebelumnya, Laica –bersama dengan Mardjono Reksodiputro- terlebih dahulu menyampaikan bantahan.

 

Baik Sekjen KAI Roberto Hutagalung maupun Sekjen Peradi Harry Ponto mengaku belum menerima petisi tersebut. Harry mengatakan akan mempelajari isi petisi tersebut. Namun, ia mempertanyakan apa sebenarnya kepentingan para penyusun Petisi 5. Apalagi, menurut Harry, tanggal pendirian Peradi yang disebut dalam Petisi 5 tidak akurat. Peradi didirikan 21 Desember 2004, jadi masih dalam jangka waktu UU No. 18/2003, Harry mengkoreksi.

 

Penelusuran hukumonline, sebagaimana tercantum dalam Akta Pendirian No. 30 yang dibuat pada 8 September 2005, Peradi dinyatakan berdiri pada 21 Desember 2004.    

 

Legitimasi Peradi juga dianggap Harry tidak perlu diragukan lagi. Pendelegasian dari MA kepada Peradi untuk pembuatan Kartu Advokat, penyelenggaran Ujian Advokat, dan pelantikan Advokat menurutnya sudah cukup berbicara. Selain itu Putusan MK pada Oktober 2006 seharusnya sudah menyelesaikan permasalahan batas waktu tersebut. Secara de facto, Peradi sudah legitimate, tegasnya.

 

Salah satu yang menarik perhatian Harry adalah keberadaan mantan Hakim Konstitusi Laica Marzuki dalam daftar penyusun petisi. Laica dikenali Harry sebagai salah satu Hakim Konstitusi yang memutus permohonan judicial review UU Advokat yang menyatakan Peradi sebagai satu-satunya wadah tunggal. Meski Laica sudah pensiun, tapi putusannya melekat dong?

 

Bertambah lagi satu "kubu", solusi atau memperkeruh masalah? 

Kisruh perebutan legitimasi organisasi tunggal advokat antara Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI) merisaukan berbagai kalangan. Dua tokoh hukum senior seperti mantan Hakim Agung Adi Andojo dan mantan Hakim Konstitusi Laica Marzuki pun bereaksi. Menggandeng sejumlah akademisi seperti Muhammad Abduh, Ningrum Sirait dan SF. Marbun, mereka mengumumkan rekomendasi yang dinamakan Petisi 5.

 

Penyusunan Petisi 5 yang dirancang dalam waktu kurang dari sebulan ini, dilatarbelakangi keprihatinan atas perpecahan yang mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi kalangan advokat sendiri ataupun para pencari keadilan (justiabellen). Para penyusun petisi bahkan mengaku kerap kali menerima keluhan dari masyarakat. Kami independen, tidak ada pretensi apa-apa, tegas Ningrum Sirait, salah satu penyusun petisi.

 

Petisi 5 menyatakan pembentukan KAI dan Peradi cacat yuridis karena keduanya dibentuk melewati batas waktu yang ditentukan Pasal 32 ayat (4) UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Menurut Marbun, lewatnya batas waktu tersebut dihitung dua tahun dari tanggal diberlakukannya UU Advokat, yaitu 5 April 2003. Sementara, Peradi baru dibentuk 5 September 2005 dan KAI dibentuk 31 Mei 2008. Artinya, lanjut Marbun, tidak ada satupun yang memenuhi syarat waktu.

 

Ketentuan Pasal 32 (4) UU No. 18/2003 tersebut bersifat imperatif dan tidak dapat disimpangi. Dengan demikian, kedua organisasi advokat tidak sah dan batal demi hukum, ujar Ningrum membaca isi petisi (25/8).

 

Adi Andojo menambahkan, karena kedua organisasi advokat tersebut dianggap batal demi hukum maka produk kebijakannya pun kembali ke status quo. Oleh karena itu, Petisi 5 merekomendasikan agar eksistensi Peradi dan KAI dibekukan. Secara paralel, batas waktu yang ditentukan Pasal 32 ayat (4) UU Advokat diajukan revisinya ke DPR. Kami menyarankan batas waktunya diubah menjadi sampai kesempatan memungkinkan, tukas Adi.

Tags: