Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshidiqie punya pendapat lain. Ia menyampaikan pendapatnya ini ketika mengomentari pidato presiden di depan DPD setiap 23 Agustus apakah bisa disebut sebagai konvensi. Jimly membedakan antara konvensi ketatanegaraan dengan kebiasaan ketatanegaraan.
“Satu kali pun bisa dianggap konvensi,” ujarnya kala itu.
Jimly menjelaskan bahwa konvensi ketatanegaraan bisa menjadi salah satu cara untuk memperbaiki kekurangan UUD 1945, disamping dengan perbaikan secara formal serta dengan penafsiran judicial.
Berdasarkan catatan hukumonline, presiden yang pernah membagi pidato kenegaraannya di hadapan DPR pada 16 Agustus, dan di hadapan DPD pada 23 Agustus akhirnya berubah. Faktanya, tahun ini, presiden menyampaikan pidato kenegaraannya dihadapan DPR dan DPD sekaligus di hari yang sama.