PKPU Mesti Menjadi Ajang Untuk Restrukturisasi Utang
Berita

PKPU Mesti Menjadi Ajang Untuk Restrukturisasi Utang

Namun, dalam penerapannya PKPU justru bisa menjadi 'pedang bermata dua'.

Oleh:
CR19
Bacaan 2 Menit
Diskusi bertema
Diskusi bertema "PKPU Atas Emiten Atau Perusahaan Publik" yang digelar HKHPM di Jakarta, Senin (26/10). Foto: RES

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang difasilitasi oleh Pasal 222 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU dalam penerapannya bisa seperti ‘pedang bermata dua’. Hal itulah yang dikhawatirkan advokat yang juga pendiri firma hukum Andrey Sitanggang & Partner Law Office, Andrey Sitanggang. Atas dasar itu, ia menyarankan penerapan konsep PKPU wajib diikuti dengan upaya untuk melakukan restrukturisasi utang.  

“Dalam arti positif, seharusnya PKPU ini menjadi restrukturisasi bagi debitur dengan para kreditornya terhadap utang-utang yang memang tidak atau sulit dibayar saat jatuh tempo,” ujar Andrey, dalam diskusi yang digelar Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) di Jakarta, pekan lalu.

Pasal 222 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan, Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamainan yang meliputi pembayaran sebahagian atau seluruh utang kepada debitur.

Secara umum, lanjut Andrey, PKPU merupakan sarana hukum yang dapat ditempuh untuk merestrukturisasi utang perseoran sehingga kondisi keuangan perseroan dapat kembali sehat. Tujuan dilakukannya PKPU antara lain memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan rencana perdamaian atau restrukturisasi utang kepada para kreditor.

Pada prinsipnya, PKPU wajib dilakukan secara adil, seimbang, cepat, transparan, dan efektif sehingga menjaga going concern perusahaan. “PKPU harus diikuti program restrukturisasi,” tegas anggota HKHPM itu.

Andrey menambahkan, memang sebagian kreditor menilai bahwa restrukturisasi utang melalui PKPU merupakan restrukturisasi yang dilakukan secara ‘paksa’. Sebab, resktrukturisasi utang itu dilakukan melalui mekanisme voting dimana kreditor yang kalah suara dalam voting harus tunduk dan terikat kepada suara mayoritas kreditor yang setuju dengan proposal restrukturisasi.

Meskipun begitu, mekanisme voting tersebut secara hukum sah dan mengikat karena Pasal 281 UU Nomor 37 Tahun 2004 mengatur hal itu. Namun, tidak semua kreditor mungkin akan setuju dengan proposal restrukturisasi yang disepakati oleh mayoritas kreditor. Atas dasar itu, hal ini membutuhkan niat dari kedua belah pihak, baik debitur maupun kreditor untuk memberikan kesempatan debitur untuk menjaga kelangsungan usaha (going concern) agar bisa kembali melunasi utang-utangnya.

Tags:

Berita Terkait