Poin-Poin Penting Eksepsi Novanto
Berita

Poin-Poin Penting Eksepsi Novanto

KPK sudah mempunyai jawaban atas eksepsi.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Setya Novanto di sidang kedua, pembacaan eksepsi, di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Setya Novanto di sidang kedua, pembacaan eksepsi, di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Perkara kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) dengan terdakwa Ketua DPR nonaktif Setya Novanto memasuki sidang kedua. Dalam sidang kedua, Novanto yang diwakili kuasa hukumnya Maqdir Ismail menggunakan hak dengan menyampaikan surat keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Setidaknya ada enam poin utama eksepsi Ketua DPR nonaktif ini. Pertama jumlah kerugian negara yang berbeda dengan terdakwa lain, locus dan tempus delicti yang berbeda, nama yang disebut melakukan perbuatan bersama-sama yang berbeda, unsure perbuatan melawan hukum yang berbeda dan hilangnya sejumlah nama yang diduga ikut menikmati aliran uang korupsi e-KTP.

 

Poin pertama eksepsi yaitu jumlah kerugian keuangan negara yang berbeda dengan dua terdakwa lain yaitu Irman dan Sugiharto serta Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dalam surat dakwaan ketiga terdakwa tersebut, kerugian keuangan negara dinyatakan sejumlah Rp2.314.904.234.275 atau lebih dari Rp2,3 triliun sesuai dengan yang dinyatakan BPKP. Akan tetapi angka ini tidak memperhitungkan penerimaan uang AS$7,3 juta atau dengan kurs Rp13 ribu mencapai Rp94,9 miliar, AS$800 ribu atau setara Rp10,4 miliar untuk Charles Sutanto Ekapradja, dan Rp2 juta untuk Tri Sampurno yang seluruhnya bernilai Rp105,302 miliar.

 

“Sekiranya kerugian keuangan negara sebagaimana disebut dalam surat dakwaan Irman dan Sugiaharto ditambahkan dengan adanya tambahan uang sebesar tersebut di atas, maka terdapat kerugian keuangan negara menjadi sebesarRp2.420.206.234.275 (sekitar Rp2,4 triuliun) sehingga dengan demikian maka penghitungan kerugian keuangan negara sebesar Rp2.314.904.234.275 (Rp2,3 tirliun) tidak sesuai dengan penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP dan mengalami penambahan atau kelebihan sebesar Rp105,302 miliar”.

 

(Baca juga: Dakwaan Setnov Ungkap Beberapa Pertemuan Bahas Proyek e-KTP).

 

Selanjutnya jumlah total penerimaan uang para peserta pun berbeda-beda. Untuk dakwaan Irman dan Sugiharto mencapai AS$42.002.530 (lebih dari AS$42 juta) yang jika dikalikan dengan kurs rupiah Rp13 ribu per dollar mencapai Rp546.032.890.000 (lebih dari Rp546 miliar) dan Sin$6 ribu atau setara dengan Rp54 juta dengan kurs Rp9 ribu per dollar singapura dan Rp781.023.751.420,36. Sehingga total penerimaan uang oleh peserta dalam dakwaan Irman dan Sugiharto mencapai Rp1.327.110.641.420,36 (lebih dari Rp1,327 triliun).

 

Kemudian, dalam surat dakwaan Andi Agustinus alias Andi Narogong jumlah uang yang diterima para pihak yaitu AS$35.926.744 atau setara dengan Rp467.047.672.000, Sin$6 ribuatau Rp54 juta dan juga Rp710.256.844.509 yang jika ditotal mencapai Rp1.177.358.516.509 atau lebih dari Rp1,177trilun. Sedangkan dalam dakwaan Novanto penerimaan uang para pihak yaitu US$45.027.530 atau setara dengan Rp585.357.890.000 Sin$6 ribu atau setara Rp54 juta serta Rp718.504.844.509 yang jika ditotal mencapai Rp1.303.916.734.509 atau lebih dari Rp1,303 triliun.

 

“Dari ketiga uraian di atas, terdapat ketidakkonsistenan dan selisih nilai yang nyata diterima oleh peserta penerima, antara dakwaan Irman dan Sugiharto, Andi Agustinus als Andi Narogong, dengan Terdakwa Setya Novanto,” papar pengacara terdakwa dalam eksepsi.

Tags:

Berita Terkait