Polemik Penolakan Perpu JPSK
Kolom

Polemik Penolakan Perpu JPSK

Salah satu masalah krusial yang mencuat dari skandal Bank Century adalah status Perpu No. 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (Perpu JPSK). Yaitu, apakah Perpu tersebut sudah ditolak atau belum oleh DPR?

Bacaan 2 Menit
Wakil Presiden Boediono saat diperiksa Pansus Angket <br> Century. Foto: Sgp
Wakil Presiden Boediono saat diperiksa Pansus Angket <br> Century. Foto: Sgp

Menurut DPR,  Perpu JPSK sudah ditolak pada Rapat Paripurna DPR pada 18 Desember 2008. Namun pemerintah menganggap penolakan terjadi pada 30 September 2009, yaitu pada saat DPR tidak menyetujui RUU JPSK.

 

Perbedaan pendapat antara DPR dan pemerintah tersebut setidaknya dipicu karena dua hal. Pertama, pandangan fraksi-fraksi di DPR terhadap Perpu JPSK terbelah dua. Sebagian fraksi menyetujui, namun sebagian lagi menolak. Kedua, isi surat Ketua DPR kepada Presiden tertanggal 24 Desember 2008 tidak secara tegas menolak Perpu JPSK. Dalam surat dijelaskan, Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Desember 2008 menyepakati untuk meminta kepada Pemerintah agar segera mengajukan RUU JPSK sebelum 19 Januari 2009. Jadi dalam surat tersebut memang tidak terdapat kata ataupun kalimat yang secara tegas menyatakan penolakan DPR atas Perpu tersebut.

 

Berdasarkan surat Ketua DPR itulah, pemerintah pada 14 Januari 2009 mengajukan RUU JPSK. Dalam Ketentuan Penutup RUU JPSK itu sekaligus dicantumkan klausula pencabutan Perpu JPSK. Intinya berbunyi: “Dengan berlakunya undang-undang ini maka Perpu JPSK dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sayangnya, setelah pembahasan yang cukup lama, pada 30 September 2009 DPR ternyata tidak menyetujui RUU JPSK itu. Akibatnya, klausula pencabutan Perpu JPSK dalam RUU tersebut otomatis juga tidak berlaku. Berhubung status Perpu JPSK menjadi tidak jelas setelah DPR tidak menyetujui RUU JPSK, pemerintah mengajukan RUU Pencabutan Perpu JPSK. Namun kabarnya DPR akan mengembalikan RUU Pencabutan Perpu JPSK tersebut kepada Presiden. Alasannya, karena dalam RUU Pencabutan tersebut terdapat kesalahan rujukan tanggal Rapat Paripurna.

 

Keberlakuan Perpu

Meski belum memperoleh persetujuan DPR, Perpu sudah berlaku pada saat ditetapkan Presiden. Namun setelah ditetapkan, menurut Pasal 22 ayat (2) UUD 1945, Perpu harus segera dimintakan persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut. Persetujuan DPR ini sangat penting karena DPR lah yang memiliki kekuasaan legislatif, dan yang secara obyektif menilai ada tidaknya kegentingan yang memaksa. Subyektifitas Presiden dalam menafsirkan “hal ihwal kegentingan yang memaksa” yang menjadi dasar diterbitkannya Perpu, akan dinilai DPR apakah benar terjadi, atau akan terjadi, kegentingan yang memaksa itu. Persetujuan DPR ini hendaknya dimaknai memberikan atau tidak memberikan persetujuan (menolak). Apabila DPR memberikan persetujuan, Perpu akan ditetapkan menjadi Undang-Undang. Namun sebaliknya, apabila DPR menolak maka Perpu dinyatakan tidak berlaku dan harus dicabut.

 

Pasal 22 ayat (3) UUD 1945 hanya menyebutkan, jika Perpu tidak mendapat persetujuan DPR maka Perpu tersebut harus dicabut. Berhubung UUD 1945 hanya mengatur hal yang pokok, dalam Pasal 22 tidak diatur bagaimana mencabut Perpu dan dengan instrumen hukum apa pencabutan itu. Selain itu, tidak diatur pula kapan suatu Perpu dinyatakan tidak berlaku, apakah sejak tidak mendapat persetujuan DPR atau sejak Perpu tersebut dicabut.

 

Mekanisme Pencabutan Perpu

Sebelum berlakunya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, praktik pencabutan Perpu dilakukan dengan dua cara. Pertama,  dengan menerbitkan Perpu Pencabutan. Contohnya Perpu No. 3 Tahun 1998 tentang Pencabutan Perpu No. 2 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun cara seperti ini jelas tidak praktis, karena selain perlu diterbitkan Perpu baru untuk mencabut Perpu, Perpu Pencabutan tersebut juga harus dimintakan persetujuan DPR pada persidangan yang berikut. Kedua, dengan menerbitkan Undang-Undang. Misalnya UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang didalamnya sekaligus dicantumkan pula klausula pencabutan Perpu No. 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Halaman Selanjutnya:
Tags: