Potret Penegakan Hukum Kala Pandemi Covid-19
Lipsus Lebaran 2020

Potret Penegakan Hukum Kala Pandemi Covid-19

Pelanggaran disiplin penerapan PSBB didominasi tidak menggunakan sarung tangan dan masker merata di berbagai daerah. Sementara angka kejahatan jalanan di pekan 18, 19, 20 meningkat 7,06 persen.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Seorang warga dihukum oleh petugas karena tidak menggunakan masker saat PSBB. Foto: RES
Seorang warga dihukum oleh petugas karena tidak menggunakan masker saat PSBB. Foto: RES

Dalam beberapa bulan terakhir, penyebaran wabah pandemi Covid-19 berdampak pada aspek sosial, ekonomi, hingga penegakan hukum. Hal ini disebabkan berbagai aktivitas masyarakat dibatasi melalui terbitnya PP No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Mulai melarang kegiatan belajar mengajar di sekolah, beribadah di tempat ibadah, membatasi transportasi, hingga larangan aktivitas di tempat kerja.   

Dampak lanjutannya hingga ke persoalan ekonomi. Seperti, jutaan orang dirumahkan atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran dunia usaha mengalami kesulitan keuangan. Pandemi global penyebaran virus Corona ini membuat lesu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), terpukulnya pekerja nonformal, yang potensial banyak orang jatuh miskin. Ini salah satu faktor mendorong orang melakukan kejahatan demi memenuhi kebutuhan hidupnya, apalagi jelang lebaran.

Dengan dalih memutus rantai penyebaran Covid-19, Ditjen Pemasyarakatan hingga awal Mei telah mengeluarkan 39.273 narapidana dan anak melalui pemberian asimilasi dan integrasi. Terdapat 93 orang (0,23 persen) diantaranya yang dikeluarkan itu ternyata kembali berulah dan tertangkap karena melakukan tindak pidana lagi. Hal ini tentu proses penegakan hukum oleh Polri saat pemberlakuan PSBB di sejumlah wilayah dan memberantas kejahatan jalanan memiliki peran sentral saat pandemi Covid-19 dalam upaya menjaga ketertiban dan keamanan.  

Namun, sebagian kalangan menilai penerapan PSBB di sejumlah daerah belum efektif. Salah satu indikatornya banyak aturan yang dilanggar dan jumlah angka pasien positif Covid-19 masih terbilang tinggi di wilayah tersebut. Hingga Rabu (20/5/2020), pasien positif Corona tercatat sebanyak 19.189 orang; dirawat 13.372, sembuh 4.575 orang; dan meninggal 1.242 orang. (Baca Juga: Hal yang Mesti Dievaluasi dalam Penerapan PSBB)

Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai penerapan PSBB di sejumlah wilayah belum optimal. Bahkan, cenderung belum efektif memutus mata rantai penyebaran Covid-19, seperti di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Menurutnya, perlu ada ketegasan Gugus Tugas, Kepolisian, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) menegakkan aturan yang ditetapkan agar masyarakat dapat menjalankan kebijakan penerapan PSBB secara konsekuen, disiplin, dan bertanggung jawab. Sebab, faktanya masih terdapat banyak pengendara dan pergerakan manusia di tengah penerapan PSBB di Jabodetabek dan wilayah lain.

Dia meminta seluruh elemen masyarakat disiplin dan taat aturan penerapan PSBB agar mata rantai penyebaran pandemi Covid-19 segera terputus termasuk percepatan penanganan dampak penyebaran virus Corona ini. Sebaliknya, bila masyarakat tak disiplin melaksanakan PSBB, aparat keamanan didorong agar melakukan tindakan hukum tegas. “Mendorong pemerintah meningkatkan sinergi dengan TNI dan Kepolisian untuk memberlakukan tindakan represif dan pemberian sanksi para pelanggar PSBB sebagai upaya mencegah situasi semakin memburuk,” katanya.

Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Yorrys Raweyai mengatakan perlu mengevaluasi kebijakan PSBB karena angka pasien positif terinfeksi Covid-19 cukup tinggi. Salah satu sebabnya, kebijakan PSBB tidak diimbangi dengan sosialisasi masif agar masyarakat memiliki kesadaran menjaga jarak (social distancing) meskipun berada di lingkungan tempatnya tinggal.

Tags:

Berita Terkait